SLEMAN, KOMPAS.com
Namun, bagi Antini (43), warga Karangbendo, Banguntapan, Bantul, mesin ketik manual adalah alat yang sangat berharga dalam hidupnya. Dengan mesin ketik manual inilah, perempuan lulusan SMEA Sabdodadi Bantul mencari nafkah untuk keluarganya.
Dengan beratapkan payung besar, meja dan satu mesin ketik manual, Antini membuka jasa pengetikan di pinggir Jalan Kolombo, Sleman, tepatnya di sebelah barat GOR Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Dia buka setiap hari, kecuali hari Sabtu dan Minggu.
"Saya sudah buka jasa ketik ini sejak tahun 1991," ujar Antini (43) saat ditemui di pinggir Jalan Kolombo, Senin (7/3/2016).
Antini menuturkan, setelah lulus SMEA di Sabdodadi, Bantul, dia memutuskan bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Namun, dia merasa tidak betah karena ingin membuka usaha sendiri.
“Saya dulu ikut orang jadi pembantu, tapi tidak betah. Saya keluar pengen usaha sendiri,” tegasnya.
Tahun 1991, Antini lantas mempunyai ide membuka jasa ketik. Pasalnya, pada tahun-tahun itu, jasa pengetikan masih sangat dibutuhkan oleh mahasiswa.
Saat awal buka, dia mengambil tabungannya dari hasil bekerja menjadi rumah tangga untuk membeli mesin ketik. Mesin ketik manual dibelinya dengan harga Rp 150.000.
“Zaman itu jasa ketik laris banget, saya buka di depan Kantor RRI Demangan itu. Pas di tengah-tengah kampus,” ucapnya.
Mendapat penghasilan yang lumayan cukup, Antini pun lantas pindah lebih mendekati daerah kampus. Ia lalu menyewa sebuah ruko di pertigaan Kolombo Sleman.
Di lokasi baru, Antini berbagi tempat dengan seorang temannya yang berprofesi menjadi guru salah satu sekolah di Kulonprogo yang membuka reparasi mesin ketik manual.
Ibu dua anak ini menyampaikan, di lokasi barunya itu, pelanggan jasa ketiknya makin banyak, termasuk orang yang memasukan mesin ketik untuk direparasi.
Bertahan dari komputer
“Masuk komputer, itu langsung anjlok mas, turun drastis. Sekitar tahun 1997-an lah,” tandasnya.
Turunnya pendapatan itu, lanjutnya, membuat beberapa kenalan yang juga membuka jasa pengetikan gulung tikar dan beralih profesi. Bahkan temannya yang membuka reparasi pun turut berhenti.
“Banyak mas yang berhenti, dulu di Yogya itu jasa pengetikan hampir ratusan. Teman saya yang reparasi juga berhenti, tapi kebetulan dia diangkat jadi kepala sekolah,” ujarnya.
Namun, Antini tak patah arang dan terus berusaha melanjutkan usaha jasa pengetikan. Saat tidak lagi mampu lagi membayar uang sewa ruko, dia pun memutuskan pindah tempat ke pinggir Jalan Kolombo di sebelah barat GOR Universitas Negeri Yogyakarta (UNY).
“Sekarang saya di sini ini. Mungkin di Yogya jasa pengetikan hanya tinggal saya, tapi yang dengan mesin ketik manual lho,” kata Antini.
Dia mengaku, hasil dari jasa ketik memang tidak sebanyak dahulu. Bahkan beberapa hari bisa tidak ada pelanggan.
“Tarifnya disesuaikan dengan tingkat kesulitannya, kalau biasa ya saya kasih harga Rp 3.000 per lembar tapi kalau surat resmi Rp 5.000 per lembar,” ungkapnya.