Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Festival Mata Air, Menjaga Lingkungan lewat Seni

Kompas.com - 20/02/2016, 15:22 WIB
Ervan Hardoko

Penulis

SALATIGA KOMPAS.com - Seorang pria mengenakan pakaian yang seluruhnya dibuat dari limbah sampah plastik dan mengenakan masker untuk mencegah udara kotor berjalan berkeliling.

Di tangan kirinya membawa kaleng kerupuk yang dia gunakan sebagai wadah untuk menampung uang. "Sumbangan untuk kebersihan," demikian tulisan yang tertera di kaleng itu.

Setiap bertemu orang, dia akan mengibaskan sapu lidi yang dibawanya, sebagai pertanda bahwa kebersihan adalah hal utama bagi manusia.

Aksi Si Mumi Plastik ini adalah bagian dari gelaran Festival Mata Air (FMA) 2016 yang digelar di Kelurahan Muncul, Kecamatan Banyubiru, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (20/2/2016).

Selain Mumi Plastik, gelaran ini juga diramaikan dengan penampilan kesenian tradisional, aksi sejumlah musisi dalam dan luar negeri serta serangkaian workshop.

"Kami memang menggunakan seni karena, menurut kami, lewat seni maka pesan yang kami ingin sampaikan, yaitu menjaga lingkungan hidup khususnya air, bisa sampai kepada masyarakat," kata Christianto Irawan Putra (23), Ketua Komunitas Tanam untuk Kehidupan (TUK), Salatiga.

Komunitas TUK adalah sebuah organisasi yang terdiri atas para seniman dari Salatiga dan sekitarnya yang merasa terpanggil untuk ikut melestarikan lingkungan.

Air, lanjut Christian, menjadi fokus kerja TUK karena air merupakan sumber kehidupan yang harus dijaga dari kerusakan dan sampah.

"Kami ingin meningkatkan kesadaran masyarakat bahwa air adalah sumber kehidupan. Sehingga harus dijaga dari kerusakan termasuk sampah," ujar Christian.

Sebagian masyarakat, papar Christian, masih menganggap sungai sebagai tempat untuk mengenyahkan sampah meski hal itu salah.

Hal ini tak sepenuhnya merupakan kesalahan masyarakat, tetapi juga muncul karena minimnya sarana yang tersedia untuk membuang sampah.

Oleh sebab itu, salah satu kegiatan yang dilakukan dalam rangkaian festival ini adalah aksi bersih-bersih sungai di sekitar mata air Muncul.

"Kami mengajak TNI, karang taruna, dan warga setempat untuk bersih-bersih sungai. Sebanyak 170 orang ikut serta dalam kegiatan tersebut," tambah Christian.

Hanya dalam empat jam membersihkan sungai, mereka sukses mengangkut 1.800 kilogram sampah yang sebagian besar adalah sampah plastik.

"Setelah bersih-bersih sungai, kami gelar workshop untuk memanfaatkan sampah yang sudah kami angkut itu. Kami ajak warga berlatih membuat kompos atau mengolah sampah plastik," papar sarjana bioteknologi lulusan Universitas Heidelberg Jerman itu.

Berbagai sampah non-organik, kata Christian, bisa diolah menjadi berbagai jenis kerajinan tangan yang bernilai ekonomis misalnya tas atau kerajinan tangan lainnya.

"Kami harap jika warga memahami bahwa sampah bisa memberi nilai ekonomis maka mereka bisa memiliki pandangan lain soal sampah," kata dia.

"Misalnya salah satu komunitas di Salatiga yang mendaur ulang sachet plastik bekas kopi menjadi tas yang dijual paling murah Rp 125.000," papar Christian.

Kegiatan yang digelar di wilayah sekitar pemandian Muncul itu didukung pemerintah setempat dan mendapat sokongan dari Kedutaan Besar Denmark di Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com