Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Tragis Orangutan, dari Peluru di Badan hingga Kehilangan Tangan

Kompas.com - 18/02/2016, 08:02 WIB
Kontributor Balikpapan, Dani J

Penulis

BALIKPAPAN, KOMPAS.com – Seekor orangutan berumur 1 hingga 2 tahun ditemukan dalam kondisi terluka di bagian kepala di dekat Taman Nasional Kutai, awal pekan ini. Penemuan ini seolah mengulang memori lama tentang derita satwa tersebut.

Masih teringat ketika sekelompok anak berseragam Pramuka menemukan orangutan usia balita penuh luka tergeletak di tepian Taman Nasional Kutai (TNK) pada Februari 2012. Mereka segera menyerahkannya ke pengelola TNK.

Hasil mengejutkan didapati tim dokter dan petugas TNK. Terdapat banyak timah panas di tubuh si orangutan.

TNK menjalin bekerja sama dengan Borneo Orangutan Survival (BOSF) di Samboja Lestari, Kutai Kartanegara. BOSF memutuskan membawa orangutan untuk menjalani perawatan intensif. Di Samboja, mereka mengoperasi dan mengeluarkan peluru dari dalam tubuh orangutan.

"Kami menamai dia Shelton. Umurnya sekitar tiga tahun ketika dibawa kemari (BOSF). Saat itu ada 31 peluru di tubuhnya," kata Staf Komunikasi BOSF, Suwardi, Rabu (17/2/2016).

Timah panas yang bersarang di seputar mata kanannya tak bisa diangkat karena dekat dengan otak. Operasi pengambilan peluru itu amat berisiko bagi kelangsungan hidupnya.

Perlahan-lahan, jaringan penglihatan Shelton rusak dan menyebabkannya buta sebelah.

Shelton merupakan salah satu kisah tragis yang dialami orangutan yang didapat tim BOSF di luar habitat utama mereka.

Suwardi mengungkapkan, hampir semua orangutan yang temukan BOSF berusia balita hingga anak-anak, tanpa induk di sekitarnya. Mereka kemudian dibawa dan menjalani rehabilitasi, sebelum kembali dilepasliarkan.

Kembali terulang

Tragedi yang dialami Shelton itu terulang kembali. Senin (15/2/2016) lalu, BOSF menyelamatkan seekor orangutan berumur 1 hingga 2 tahun. Binatang itu ditemukan oleh pengelola TNK dari pemukiman warga di sekitar kebun sawit di pinggir TNK.

(Baca BOSF Selamatkan Bayi Orangutan dengan Luka Bekas Tebasan Parang)

Saat ditemukan, bayi orangutan yang diberi nama Choki itu memiliki luka lebar menganga di batok kepalanya juga di lengan kiri.

"Luka itu kira-kira baru berumur satu minggu," kata Hafiz U Riandita, seorang dokter hewan di BOSF.

Choki mengalami stres berat. Ia agresif pada siapa saja yang mendekati.  

"Tanpa induk. Dipastikan induknya sudah mati. Bisa juga karena dibunuh," kata Suwardi.

BOSF segera membawa Choki ke Samboja dan menempatkannya ke kandang karantina. Sikapnya mulai lebih tenang dan bisa makan. Ia mulai tak terganggu dengan kehadiran beberapa orang di sekitarnya.

Shelton dan Choki kini menghuni di Samboja Lestari seluas 1.852 hektar. Di sana, BOSF mendidik 206 individu. Mereka menjalani program rehabilitasi untuk tujuan bisa dilepasliarkan kembali ke habitat mereka di hutan pada saatnya nanti.

Tidak semua bakal bisa kembali ke habitatnya. Shelton dengan kondisi nyaris buta, tentu salah satunya.

Setidaknya, tutur Hafiz, ada 40-an orangutan dengan yang tidak akan bisa dilepaskan kembali ke habitatnya. Mereka terjangkit penyakit manusia hingga kondisi fisik yang tidak memungkinkan untuk lepas liar, sama seperti Shelton.

"Misal kena TBC. Ini tentu ditularkan manusia sebelum masuk kemari. Orangutan dengan sakit seperti ini tidak mungkin kita lepas liar karena akan menular ke yang lain. Belum lagi kondisi seperti Shelton," kata Hafiz.

Tanpa kedua tangan

Jauh sebelum Shelton dan Choki ditemukan, kisah tragis lain menguak bagaimana manusia begitu beringas pada orangutan.

Kopral, orangutan jantan, masuk ke BOSF pada akhir 2009. Ia datang dengan kondisi sangat mengenaskan karena kedua tangannya sudah membusuk.

Lengan kanannya, mulai dari pergelangan tangan hingga bahu, tinggal tulang tanpa ada daging sedikit pun. Adapun tangan kirinya mengalami luka bakar. Kedua kakinya pun terdapat luka.

"Kami minta bantuan di RS Pertamina saat itu (untuk amputasi)," kata Suwardi.

Kopral menderita itu setelah berhasil melepaskan diri dari peliharaan seseorang warga di Samarinda. Perilakunya masih tergolong liar.

Dalam pelariannya, Kopral memanjat tiang listrik lalu tersengat dengan sangat parah pada kaki dan tangan.

Sang pemilik mengira Kopral akan mati. Satu minggu kemudian, Kopral masih bisa bertahan hidup. Akhirnya sang pemilik pun iba. Dia memanggil taksi dan mengantar Kopral ke pusat rehabilitasi orangutan di Samboja Lestari.

"Sekarang dia sangat pintar. Makan dengan kedua kaki. Bisa melakukan apa saja. Memanjat dengan kedua kaki dan sisa tangan kiri. Dia juga menggunakan dagu kalau memanjat," kata Hafiz.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com