Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ada "Baby Cafe" di Desa Pandes Klaten

Kompas.com - 17/02/2016, 07:32 WIB
KLATEN, KOMPAS.com - Bertujuan memenuhi gizi setelah pemberian ASI eksklusif, Pemdes Pandes, Kecamatan Wedi-Klaten mendirikan Baby Cafe.

Di stand sederhana yang digelar setiap pagi pukul 06.00 WIB itu, menyediakan berbagai penganan untuk bayi selepas umur 6 bulan.

Selain itu, cafe tersebut pun menyediakan konsultasi gratis untuk pembuatan makanan bagi anak di rumah.

Bidan Desa Pandes Sri Budiarti mengatakan, ide tersebut berawal dari kegiatan posyandu dan pelatihan pembuatan makanan tambahan yang ia ikuti. Ia mendapatakan pengetahuan, bahwa masa tumbuh kembang fisik berlangsung antara umur 6 bulan sampai dua tahun.

Di masa tersebut, jika bayi tidak mendapatkan asupan makanan setelah ASI yang baik, bisa jadi akan mengalami tubuh stunting (mengalami kekurangan gizi, hingga menyebabkan pendek).

"Dari situlah kami dalam perkumpulan ibu-ibu membahas bagaimana mempertahankan dan meningkatkan gizi anak setelah diberi air susu ibu eksklusif secara enam bulan, atau disingkat pemberian makan bayi dan anak (PMBA)," katanya Selasa (16/2/2016).

Berdasarkan pengalamannya, jika bayi telah selesai meminum ASI Ekslusif, terdapat kecenderungan berat badan ataupun nafsu makan bayi menjadi turun.

Hal itu terjadi meskipun ibu telah memacu dengan menggunakan produk makanan tambahan pabrikan.

Kesibukan ibu di waktu pagi juga memengaruhi pola pemberian makanan. Padahal dari kebiasaan pemberian bergizi, bisa dipergunakan untuk mengisi tenaga seharian.

"Ibu seringkali sibuk melayani suami berangkat kerja, menyiapkan sarapan untuk kakaknya yang sekolah, sehingga yang balita hanya mendapatkan makanan bubur dari pabrikan atau yang tradisional. Padahal itu belum sesuai dengan rekomendasi kesehatan," terang Sri.

Berdasarkan hal tersebut, pihaknya kemudian merangkum dana swadaya dan bantuan dari sebuah badan amal. Setelah genap memilik modal sekitar Rp 3 juta, Baby Cafe pun mulai berjalan pada Juni 2015 lalu.

Menurut Ketua Tim Penggerak PKK Desa Pandes sekaligus ketua Baby Cafe Dewi Novitasari, Baby Cafe memang memperjualbelikan makanan untuk bayi. Namun demikian, hal itu tidak lantas menjadikan pihaknya sekedar mencari laba atau profit oriented.

"Setiap kemasan yang kami perjualbelikan memang lebih rendah harganya dari pasaran. Namun, hal itu tidak lantas mengurangi kualitas dari hidangan. Pada intinya makanan tersebut harus memenuhi empat unsur berupa karbohidrat, sayur-mayur, kacang-kacangan dan sumber protein hewani," kata dia.

Ia berkata, pada awal pendirian baby cafe ia dan seluruh anggota mengaku nekat. Hal itu karena sokongan dana yang dinilai masih kecil.

Akan tetapi, ternyata stand yang berdiri di lingkungan balai desa itu selalu ludes selang satu jam sejak dibuka.

Lebih lanjut ia mengatakan, selain untuk bayi, makanan di Baby Cafe juga bisa dikonsumsi bagi lansia.

Sejak dibuka, ia mengakui telah berhasil mengembalikan modal usaha. Kini, Baby Cafe telah dapat mendulang sedikit untung. Akan tetapi, pendapatan tersebut tidak serta merta digunakan untuk penambahan kas desa.

Di samping hal itu, pihaknya juga berbangga karena perwakilan dari UNICEF sempat mengunjungi Baby Cafe untuk melakukan pemantauan terhadap terobosan yang dilakukan oleh pemdes Pandes.

"Namun sayang upaya untuk mereplikasi Baby Cafe di wilayah lain terbilang cukup sulit. Hal itu karena dukungan pemerintah lokal yang dinilai belum maksimal," ucapnya.

Kepala Puskesmas Kecamatan Wedi Agus Widiyanto mengaku mendukung program tersebut. Hal itu karena tumbuh kembang bayi, agar terhindar dari stunting dapat dipacu dari umur 0-2 tahun. (Padhang Pranoto)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com