Namun, di Kota Binjai, tak jauh dari Kota Medan, Idah (40) bersama suaminya adalah satu-satunya etnis Melayu yang menjajakan makanan itu di kota yang terkenal dengan rambutannya itu.
Pada Rabu (10/2/2016) subuh, warga Sei Mencirim ini sudah membuka tempat berdagangnya di tepian jalan di Pasar Tavip, pasar tradisional terbesar di Kota Binjai.
Dengan cekatan, Idah dibantu sang suami mengadon, membentuk, lalu menggoreng cakwe. Aroma harum nan menggiurkan terbang mewarna pagi.
Begitu warna cakwe sudah kecoklatan, dengan sigap perempuan berkerudung itu mengangkat dan meniriskan, kemudian meletakkannya di atas nampan besar beralas daun pisang.
Disitulah cakwe panas dan bebagai makanan camilan lainnya ditaruh agar terlihat para calon pembeli.
Tempat Idah berjualan berada di belarang jajaran ruko yang dijadilan sarang burung walet. Suara burung walet yang bersahutan menghadirkan suasana bak di alam bebas.
Sayangnya, Idah tak menyediakan "sepotongpun" bangku bagi konsumennya untuk duduk menikmati suasana sambil mengudap cakwe di pagi hari.
"Begini saja kami jualannya dari dulu, tak berubah. Cuma tempatnya saja yang bergeser. Dulu kami agak ke sana, dulu di sana yang ramai. Orang biasanya datang, beli, langsung cabut. Jadi tak ada tempat duduk," kata Idah,
Saat ditanya berapa orang penjual cakwe di pasar yang biasa buka sampai sore itu, Idah menegaskan hanya dialah yang berjualan penganan itu.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.