Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nama Unik Terkait Sejarah, dari Eddy Ganefo hingga Rus Tsunami

Kompas.com - 08/02/2016, 13:56 WIB
Oleh Hilmi Faiq

Andy Go To School barulah awal dari pembuka kisah orang-orang dengan nama unik. Nama-nama unik yang diberikan orangtua kepada anak-anaknya seolah sepele.

Dalam beberapa konteks, nama-nama unik, dan kadang aneh, justru menjadi pemicu olok-olok yang dilakukan oleh anak-anak yang tak tahu latar belakang pemberian nama.

Dari nama seseorang, kita sebenarnya dapat meneropong konteks sejarah yang terjadi ketika pemilik nama itu lahir. Dinamika sejarah bangsa menginspirasi banyak orang untuk menamai anak mereka sesuai peristiwa. Maka, muncullah nama-nama seperti Tavip, Ibar, Presiden, sampai Tsunami.

Pasangan Moesodo Soediro-Fatimah Partasudarma memberi nama anak-anaknya Bangun Rahardjo, Ritul Pangastuti, Ibar RI Lestari, Dekon Sri Hutami, dan Djoko Tavip Nugroho sebagai pengingat situasi sosial, politik, hingga ekonomi pada masa pemerintahan Soekarno.

Baca juga: Kisah Nama Unik, dari Andy Go To School hingga Rudy A Good Boy

Bangun lahir saat Indonesia sedang gencar-gencarnya membangun pada 1960-an. Ritul lahir tahun 1961 ketika Presiden Soekarno me-ritul atau merombak kabinet.

Ketika Irian Barat akhirnya bergabung dengan Republik Indonesia, Ibar memperoleh namanya yang merupakan kependekan dari Irian Barat.

Setelah itu, Presiden Soekarno mengeluarkan Deklarasi Ekonomi (Dekon) pada 1963, berisi kebijakan ekonomi jangka pendek yang akan ditempuh pemerintah. Kebijakan itu, antara lain, menekankan sistem ekonomi berdikari. Dari peristiwa ini, nama Dekon ditabalkan.

Setahun kemudian, tepatnya 17 Agustus 1964, Soekarno memopulerkan jargon Tahun Vivere Pericoloso (TAVIP). Berasal dari bahasa Italia, ”vivere” berarti hidup, sedangkan ”pericoloso” adalah ”berbahaya”.

Ungkapan hidup secara berbahaya ini dipopulerkan setahun sebelum peristiwa G30S.

Baca juga: Ketika Nama Dijadikan Alat Perjuangan: Presiden Gempur Soeharto...

Pada tahun 1963 juga muncul Games of New Emerging Forces (Ganefo). Semboyan Ganefo yang diucapkan Presiden Soekarno, ”Onward! No Retreat” alias ”Maju Terus Pantang Mundur”, menggema dari Jakarta ke seluruh negeri, termasuk Palembang.

”Karena gaung dan semangatnya sangat besar, saya tetap mendapat nama Ganefo meskipun lahir 26 April atau 8 bulan sebelum ajang itu digelar pada 10 November,” kata Eddy Ganefo. Dia mendapati orang-orang seumuran dengan nama belakangan Ganefo tersebar di berbagai pulau.

Selanjutnya: Nama-nama tsunami

Nama-nama tsunami

Peristiwa bersejarah lainnya adalah gelombang besar yang melanda Aceh pada 26 Desember 2004. Ini menginspirasi orangtua memberi nama mereka Tsunami.

Dinas Registrasi Kependudukan Aceh mencatat, terdapat 31 orang bernama Tsunami. Sebagian besar mereka lahir ketika tsunami, dan sisanya lahir beberapa bulan setelahnya. Umumnya, mereka berada di pesisir barat-selatan Aceh, yakni tempat terdampak tsunami paling parah di Aceh.

Salah satu dari mereka adalah Halimah Rus Tsunami yang lahir sehari menjelang tsunami, lalu dinamai lima hari setelah tragedi itu. Halimah berarti anak cerdas, sedangkan Rus merupakan nama panggilan bidan yang membantu persalinannya.

”Melalui nama itu, saya dan suami ingin Ami (panggilan Halimah Rus Tsunami) menjadi anak pintar, berguna untuk orang lain, dan selalu mengingat kebesaran Tuhan. Bencana tsunami adalah bukti kebesaran Tuhan,” kata Siti Dahliati (39), ibunya.

KOMPAS/ADRIAN FAJRIANSYAH Halimah Rus Tsunami (tengah), salah satu anak yang bernama Tsunami, bersama ibunya bernama Siti Dahliati (kanan) dan kakaknya bernama Salsabilah Mardi (kiri) ketika ditemui Kompas di rumahnya di Gampong/Geundrieng, Kecamatan Darul Imarah, Aceh Besar, Aceh, Kamis (4/2/2016).
Ami, sapaan Halimah Rus Tsunami, tumbuh sebagai anak yang ramah dan mudah akrab. Namun, dia juga kerap diejek teman-temannya karena namanya itu.

Ami tidak mempermasalahkan itu karena setelah menonton VCD tentang tsunami, dia paham namanya terkait peristiwa besar sehingga dia layak bangga.

Direktur Pusat Kajian tentang Representasi Sosial Risa Permanadeli mengatakan, di Indonesia, nama bukan sekadar penanda individu, tetapi juga catatan. Ketika terdapat peristiwa besar, dengan sendirinya peristiwa itu ingin diabadikan.

”Orang zaman dulu jarang menggunakan nama anak sebagai pengingat ikatan cinta orangtua, tidak seromantis itu. Baru belakangan saja nama anak menjadi pengingat kisah cinta orangtuanya,” ujarnya.

Baca juga: Ketika Orang-orang Minang Sempat Takut Memakai Nama Asli Daerah

Nama memang tak sekadar nama. Nama juga bercerita tentang wajah masyarakat di suatu masa. Ia juga dapat menjadi perekam sejarah negeri berikut dinamika sosial politik yang melingkupi.  (EKI/EGI/WKM/CHE/SF/INE/DRI/AIN)

------
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 7 Februari 2016, di halaman 1 dengan judul "Sebut Nama Saya, Andy Go To School...".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com