"Warga Tionghoa perlu berkiblat kepada leluhurnya di negeri ini yang berkiprah sebagai founding fathers, perumus UUD 1945. Ada Tan Eng Hoa, dr Yap Tjwan Bing," ujar pemerhati masalah minoritas dari Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Kudus, Jawa Tengah, Mohammad Rosyid, Minggu (7/2/2016).
Menurut dia, Tan Eng Hoa perlu dijadikan teladan karena pernah berperan penting dalam kemerdekaan dengan menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
Sementara itu, dr Yap Tjwan Bing, lanjut Rosyid, pernah menjadi anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP).
Oleh karena itu, Rosyid menilai, perayaan Tahun Monyet Api ini seharusnya bisa mendorong umat Konghucu untuk bergerak lincah sekaligus meneladani tokoh Tionghoa yang berjuang merebut kemerdekaan.
"Yap Tjwan dari Surakarta telah diabadikan menjadi nama jalan. Dengan Imlek ini, umat Konghucu bisa mengikuti jejak leluhur dalam mengisi pembangunan nasional, tetapi sesuai kemampuan dan potensi," imbuh aktivis pluralisme ini.
Selain itu, keturunan Tionghoa dinilainya perlu lebih berani menampilkan diri di ruang publik.
Terlebih lagi, sudah belasan tahun instruksi presiden (inpres) tentang pelarangan Imlek dicabut oleh Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur pada masa jabatannya.
Menurut Rosyid, pencabutan inpres ini sedianya menjadikan keturunan Tionghoa yang tinggal di Indonesia lebih terbuka dan menunjukkan eksistensinya dalam berbagai bidang, termasuk bidang pendidikan.
"Saya melihat mereka masih belum berani menunjukkan jati dirinya. Dalam hal pendidikan, misalnya, mereka bisa minta guru agama Konghucu, tetapi masih belum terlihat upayanya," ujar Rosyid.
"Pemerintah juga harus bisa memfasilitasi guru agama bagi umat Konghucu karena jumlah mereka tidak sedikit," tambahnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.