Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dua Pekan Lagi Riau Masuk Musim Kering, Sekat Kanal Terus Dibangun

Kompas.com - 02/02/2016, 08:56 WIB
Syahnan Rangkuti

Penulis

BUKIT BATU, KOMPAS.com--Masih ingat pemberitaan heboh bencana asap di Sumatera dan Kalimantan pada kuartal terakhir 2015? Isu asap selama berbulan-bulan itu membuat Presiden Joko Widodo kelimpungan.

Apalagi di saat  partikel ringan berbahaya  yang berasal dari kebakaran lahan dan hutan itu membuat udara negara tetangga Singapura dan Malaysia ikut tercemar.  

Di saat Jakarta sedang memasuki puncak musim hujan pada awal Februari ini, Riau justru berada di  penghujung hari basah. Sekitar dua pekan lagi, sebagian besar Riau, terutama di wilayah pantai timur Sumatera sudah mengalami kekeringan nyata.

Saat ini saja, menurut Kepala Stasiun Meteorologi Pekanbaru, Sugarin jumlah hari tanpa hujan di wilayah utara Riau, terutama pesisir pantai timur, sudah berada pada kriteria hari hujan pendek.

Artinya, curah hujan sudah tidak turun selama 6-10 hari. Padahal, secara prakiraan iklim, Riau masih berada di musim hujan.

Kekeringan di wilayah utara Riau atau pantai timur Sumatera, yang membentang dari Kabupaten Rokan Hilir, Dumai, Siak, Bengkalis, dan Meranti acapkali akan berdampak buruk terhadap kebakaran lahan dan hutan.


Kondisi itu dapat dimaklumi karena sebagian besar wilayah di sana merupakan rawa gambut. Bencana asap besar Riau di tahun 2013 dan 2014 merupakan sumbangsih kebakaran di sekitar rawa gambut pantai timur itu.

Kali ini, menghadapi kemarau yang sebentar lagi tiba, persiapan untuk mencegah kebakaran lahan dan hutan di Riau, terus diintensifkan.

Pada lokasi-lokasi rawan bencana, sekat kanal sudah dibuat agar pada saat musim kemarau, air pada rawa gambut masih basah dan tidak gampang terbakar.

Beberapa pihak tidak ingin Satuan Tugas Siaga Bencana Karhutla (Kebakaran Lahan dan Hutan) di Riau dibentuk untuk menanggulangi bencana asap.

"Apalagi sampai masuk kategori tanggap darurat karena bencana tidak mampu lagi diatasi," kata Komandan Korem 031 Wirabima Riau, Brigadir Jenderal Nurendi saat ditemui di sela-sela peninjauan pembangunan sekat kanal di Desa Tanjung Leban, Kecamatan Bukit Batu, Kabupaten Bengkalis, Riau, Senin (1/2/2016).

"Sebelum kemarau ini, kami terus mengupayakan pembangunan sekat kanal sebanyak mungkin agar bencana asap semakin jauh,"  lanjut Brigadir Jenderal Nurendi.    

Proyek kerjasama
Sekat kanal desa itu merupakan kerjasama masyarakat Bukit Batu dengan TNI dibantu oleh perusahaan HTI PT Bukit Batu Hutani Alam, grup Sinar Mas Forestry.

Sekat kanal dibangun pada tiga titik lokasi pada saluran air gambut sepanjang lima kilometer. Kanal itu berada di tengah-tengah lahan desa yang dipakai warga untuk bertanam kelapa sawit dan sebagian lainnya masih ditumbuhi  semak belukar.   

Menurut Nurendi, Desa Tanjung Leban merupakan salah satu daerah paling rawan kebakaran lahan dan hutan di Riau. Selama 18 tahun terakhir, lokasi  di desa itu selalu mengalami kebakaran, tanpa pernah terbebas dari api.

Bahkan menurut Ketua RT IX Desa Tanjung Leban, Sunarso, pada tahun 2014 sebanyak 150 orang penduduknya,  terpaksa diungsikan karena kabut asap sangat tebal. Saat itu, warga tidak sanggup lagi hidup di lokasi yang dikelilingi asap kebakaran lahan lebih dari 1.000 hektar.
               
"Pada tahun 2015, masih ada kebakaran di desa kami namun tidak terlalu luas. Kami sangat menyambut baik upaya TNI dan perusahaan membantu membangun sekat kanal di desa kami. Kami sangat berharap, sekat ini mampu menjaga kawasan desa dari kebakaran," kata Sunarso.

Menurut Sunarso,  kebakaran lahan di desanya seringkali terjadi bukan  faktor kesengajaan. Saat kekeringan parah, gambut desa sudah berubah seperti jerami kering. Bentuknya seperti serpihan kecil berupa potongan kayu kecil atau ranting pohon pakis kering.

Komandan Komando Rayon Militer Bukit Batu, Kapten Isnanu mengatakan, tanah gambut  di desa itu lebih mirip tumpukan bahan bakar yang tersebar di seluruh permukaan tanah. 

KOMPAS/SYAHNAN RANGKUTI Puntung rokok di atas lahan gambut kering dapat mengobarkan api dalam hitungan menit.
"Pada kemarau panjang, puntung rokok warga yang lagi mencari ikan atau menjerat burung sudah mampu membakar gambut. Saya pernah melihat langsung puntung rokok yang diletakkan pada gambut kering, dalam tempo 10 menit sudah menyalakan api," kata Isnanu.

Tanjung Leban merupakan daerah di pesisir pantai timur Sumatera yang hanya berjarak sekitar 2,5 kilometer dari garis pantai. Kawasan itu langsung berbatasan dengan Selat Malaka, sehingga asap kebakaran di sana, dapat langsung menyeberang laut memasuki wilayah negara tetangga Malaysia atau Singapura.

Direktur Sinar Mas Forestry Eddy Haris yang ikut dalam kunjungan mengatakan, pihaknya hanya membantu warga desa membangun sekat kanal agar dapat terbebas dari kebakaran. Sekat kanal yang dibangun seluruhnya berada di luar konsesi PT BBHA.

"Sekat kanal ini berjarak sekitar 2,5 kilometer dari konsesi kami," kata Eddy.      
               
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Riau Edwar Sanger yang ikut meninjau ke lapangan menyambut baik upaya TNI, warga, dan perusahaan, membangun sekat kanal di daerah rawan bencana.

Kondisi itu menggembirakan karena di saat sama, pihak Kepolisian Daerah Riau menyatakan sudah membangun 152 sekat kanal di beberapa wilayah, meskipun dengan cara sederhana.

"Kami sangat berterima kasih atas usaha TNI dan Polri di Riau. Semoga bencana asap tidak terjadi lagi tahun ini," kata Edwar.

Ketika ditanyakan mengapa Pemerintah Provinsi Riau belum juga membangun sekat kanal, sementara pihak lain seperti TNI dan Polri sudah bergegas, Edwar tidak dapat menjawab. Menurut dia, anggaran sekat kanal tertuang pada Dinas Kehutanan, bukan pada instansinya.

"Tanyakanlah kepada Kepala Dinas Kehutanan," kata Edwar.

Sayangnya, Kepala Dinas Kehutanan Riau, Fadrizal Labay tidak bersedia menjawab pertanyaan Kompas.com soal persiapan bencana asap itu, meski anggaran pencegahan bencana asap berada pada instansi itu.

Dinas Kehutanan Riau, bisa menjadi titik terlemah dari komponen pemerintah di Riau dalam pencegahan kebakaran lahan dan hutan. Kondisi itu menjadi ironi di saat TNI dan Polri, yang bukan merupakan tugas pokoknya, sudah bergegas bersiap menghadapi bencana.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com