Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Bupati Purwakarta yang Dilecehkan karena Usung Budaya Sunda

Kompas.com - 25/11/2015, 16:50 WIB
Kontributor Bandung, Reni Susanti

Penulis

BANDUNG, KOMPAS.com — Hinaan terhadap salam "sampurasun" yang dilontarkan Ketua Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Syihab membuat Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi kecewa.

Terlebih lagi, hal itu dilakukan di daerah yang dipimpinnya.

"Kalau saya secara pribadi tidak ada masalah apa pun. Saya sudah terbiasa dengan berbagai hinaan. Namun, kalau yang dihina ajaran kemuliaan yang diwariskan leluhur Sunda, tentunya saya keberatan," ujar Dedi kepada Kompas.com, Rabu (25/11/2015).

Dedi mengaku sudah terbiasa dihina terkait atribut ke-Sunda-annya.

Sejak menjadi Wakil Bupati Purwakarta, sekitar 12 tahun silam, ia sudah mengenakan atribut Sunda, seperti ikat kepala, pakaian pangsi, ataupun bahasa Sunda.

Hal ini justru ditanggapi negatif pihak-pihak tertentu. Dulu, di tempat Rizieq menggelar ceramah dan memplesetkan salam Sunda terdapat spanduk bertuliskan "Dedi Dazal Sunda".

Padahal, di dalam budaya Sunda tidak dikenal istilah "dazal".

"Pernah juga ada yang salam (berjabat tangan), tangannya dicuci karena saya dianggap najis. Hal ini terjadi karena saya memuliakan nilai-nilai dalam ajaran Sunda," ucapnya.

Demikian pun pada 2003, saat kali pertama dirinya mengenakan ikat, nama Dedi diubah menjadi "Si Cepot".

Cepot adalah salah satu tokoh dalam pewayangan Sunda, yang menjadi anak pertama dari Semar. Cepot memiliki dua adik, yakni Dewala dan Gareng.

Dalam pewayangan Sunda, Cepot selalu dinanti karena memiliki karakter humoris, pintar, baik, dan kerap membuat penonton terpingkal-pingkal.

Bagi sebagian besar penggemar, wayang golek tanpa Cepot tidaklah menarik.

"Saya disebut Si Cepot oleh orang-orang penentang ikat Sunda. Namun, saya malah suka dibilang Cepot karena kehadirannya selalu dinantikan," imbuhnya.

Kini, atribut Sunda sudah melekat di Purwakarta. Dari PNS hingga pelajar di Purwakarta, mereka mengenakan pakaian Sunda.

Kebijakan pemerintah pun disesuaikan dengan budaya Sunda. Misalnya, industri berbasis kebudayaan dan lingkungan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com