Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tahanan Politik Pengibar Bendera Kejora Papua Dibebaskan

Kompas.com - 19/11/2015, 12:59 WIB
KOMPAS.com - Disambut ratusan pendukung yang meneriakkan yel 'Papua Merdeka!', tahanan politik Papua paling terkenal, Filep Karma, bebas, Kamis (19/11/2015), setelah menjalani 11 tahun penjara dari 15 tahun vonis yang dijatuhkan.

Dalam wawancara pertamanya kepada BBC Indonesia sejak dibebaskan, dia mengatakan sangat kaget saat diberi tahu bahwa ia akan dibebaskan dua tahun lebih awal.

"Saya tahunya akan dibebaskan tahun 2019. Karena saya menolak semua remisi," kata Filep Karma.

"Tiba-tiba saya dipaksa harus keluar dari penjara. Persiapannya waktu saya mau masuk penjara dulu, saya menganggap bukan dipenjara tapi pindah rumah. Jadi ini seperti sudah nyaman di rumah, tiba-tiba diusir keluar dari rumah saya. Jadi saya betul-betul shock dan bingung," tambahnya.

Filep Karma memimpin ratusan mahasiswa Papua meneriakan yel "merdeka" dalam sebuah unjuk rasa di Jayapura tahun 2004. Mereka kemudian mengibarkan bendera Bintang Kejora, bendera gerakan Papua Merdeka, dalam pengawasan penuh polisi dan militer.

Ia pun ditangkap dan disidangkan dituding memberontak. Karma kukuh menegaskan, ia sekadar menjalankan haknya untuk melakukan protes.

"Mereka meneror kami di negara yang disebut demokratis, di negara yang harusnya menjamin kemerdekaan berbicara."

Penjara besar

Filep Karma menegaskan tekadnya untuk terus memperjuangkan kemerdekaan Papua secara damai.

“Papua belum merdeka, berarti perjuangan saya belum selesai. Saya akan terus berjuang sampai Papua merdeka."

Dan untuk itu, katanya, ia siap untuk kembali dipenjara.

"Saya bebas dari penjara sekarang ini, sebetulnya saya masih dalam penjara, yaitu penjara besar Indonesia. Artinya saya masih terkurung dalam negara Indonesia dengan aturan-aturannya yang diskriminatif dan rasialis."

Dalam wawancara dengan BBC dari selnya tahun 2010, Filep Karma mengaku kerap disiksa di penjara.

"Saya dipukuli, ditendangi, digusur. Tetapi yang paling menyakiti saya adalah siksaan mental yang saya alami.

"Seorang petugas mengatakan pada saya, ketika kamu masuk sini, kamu kehilangan semua hak kamu, termasuk hak asasi manusia. Hak kamu cuma bernafas dan makan. Dia bahkan bilang, hidup kamu ada di tangan saya."

Terkait pembebasannya, Filep Karma mengucapkan terima kasihnya kepada para pendukungnya di Indonesia dan di seluruh dunia.

Ia mengatakan telah menerima ratusan surat dukungan, termasuk gambar yang dilukis anak sekolah di Eropa.

"Mereka memberi saya harapan, dan membuat saya merasa saya tidak sendirian," ungkapnya.

Andreas Harsono dari Human Rights Watch menyambut baik pembebasan Filep Karma, namun menyebutnya sebagai langkah terlambat pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Dia mengatakan, seharusnya sejak awal Filep Karma tak boleh dipenjarakan. Puluhan tahanan politik lain, lanjut dia, masih berada di balik penjara di Papua dan Maluku, dan menyerukan pebebasan mereka.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Regional
Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Regional
Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com