Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kala Anak Berkebutuhan Khusus Jadi Petugas Upacara Bendera

Kompas.com - 02/11/2015, 16:30 WIB
Kontributor Ungaran, Syahrul Munir

Penulis

UNGARAN, KOMPAS.com - Nasionalisme bukan hanya milik orang-orang normal, anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) juga berhak untuk menyandang predikat itu.

Mungkin itulah begitulah yang akan ditunjukkan dari kegiatan upacara bendera di Madrasah Ibtida'iyah (MI) Ma’arif Keji, Desa Keji, Ungaran Barat, Kabupaten Semarang, Senin (2/11/2015).

Tidak seperti biasa, upacara bendera kali ini hampir sebagian besar petugasnya merupakan anak-anak berkebutuhan khusus.

Mulai dari pembawa acara, pemimpin regu, pembaca UUD 1945, pembaca janji siswa dan pembaca teks Pancasila semua adalah siswa berkebutuhan khusus.

Praktis hanya petugas pengibar bendera dan pemimpin upacara saja yang dijalankan siswa normal.

"Hari ini adalah hari spesial bersama anak-anak yang istimewa, sebab mereka anak-anak berkebutuhan khusus yang ada di MI Ma'arif NU Keji mampu menjadi petugas upacara," kata Kepala Sekolah MI Ma;arif NU Keji, Supriyono dalam amanatnya sebagai pembina upacara.

Secara umum, jalannya upacara berlangsung lancar, meski banyak siswa yang menahan tawanya lantaran melihat tingkah polah para petugas upacara yang di luar kebiasaan.

Misalnya saat Hilal, membacakan pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Siswa kelas enam penderita autisme itu tak urut membacakan kalimat.

Saat membaca, Hilal melewatkan beberapa paragraf sehingga pembacaan pembukaan UUD 1945 menjadi kurang sempurna.

Lalu ada Sakura, pembawa teks Pancasila yang merupakan siswa kelas empat. Sakura adalah pengidap kelainan slow learner atau lambat belajar.

Agil, siswa kelas tiga, meski mengidap gangguan emosi dan epilepsi ternyata mampu menjadi pemimpin regu di kelasnya.

Begitu pula Iqbal, siswa kelas tiga penderita hiperaktif ini juga sukses menjalankan tugasnya membaca janji siswa di hadapan ratusan peserta upacara.

Kania, siswa kelas lima yang mengidap tuna laras atau kesulitan mengendalikan emosi dan kontrol sosial, nyatanya juga lancar membawakan acara dari awal hingga akhir.

"Saya senang sekali," kata Kania singkat, saat dimintai tanggapannya.

Selain untuk menunjukkan eksistensi para siswa berkebutuhan khusus, kegiatan ini, lanjut Supriyono, juga ditujukan agar para siswa lebih toleran terhadap teman-temannya yang berkebutuhan khusus.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com