Ritual yang dilakukan selama 15 hari berturut turut tersebut dilakukan dengan cara saling pukul antara dua orang dengan mengggunakan cambuk yang terbuat dari lilitan lidi daun aren.
Uniknya, selain saling memukul mereka juga berjoget mengikuti musik tradisional yang dimainkam sepanjang ritual.
"Ini adalah ritual dari nenek moyang kami untuk meminta hujan. Setiap luka dan darah yang disebabkan oleh pukulan cambuk merupakan bentuk pengorbanan dan tirakat," kata Nur Atim, tokoh masyarakat setempat, Kamis (29/10/2015).
Walaupun petarung boleh memukul sesukanya, namun tetap ada larangan untuk memukul bagian kepala dan sekitar kemaluan.
Selain itu peserta juga dilarang dalam keadaan mabuk dan harus berwudhu agar tidak merasakan sakit.
"Ada dua wasit yang menjaga pertandingan. Sedangkan peserta dari masyarakat desa sini atau ada juga masyarakat dari luar desa," kata dia.
Masing masing peserta tiban diberi kesempatan mencambuk lawan tiga kali secara berturut turut. Walaupun saling mencambuk, peserta selalu mengakhiri dengan salaman dan meminta maaf.
"Tidak ada dendam dari masing masing peserta. Dan kami berharap semoga hujan segera turun karena untuk tahun ini musim kemarau cukup panjang," kata Nur Atim.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.