Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keturunan Mantan Tapol '65 di Desa Argosari Masih "Dihantui" Diskriminasi

Kompas.com - 02/10/2015, 05:48 WIB
Kontributor Balikpapan, Dani J

Penulis

BALIKPAPAN, KOMPAS.com - Pemerintah Indonesia telah membuka diri bagi mantan tahanan politik (tapol) era 1965, bahkan hingga keturunannya, sejak masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid. Setelah hampir dua dasawarsa berlalu, perasaan takut didiskriminasi rupanya masih dimiliki beberapa mantan tapol dan keturunannya, termasuk yang berada di Desa Argosari, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.

“(Warga) di sini bahkan ada yang pernah pra-jabatan PNS, akhirnya lebih dulu mengundurkan diri, karena takut bila nanti tidak diluluskan. Dia ini keturunan dari mantan tapol,” kata Ketua RT 02 Desa Agrosari, Amburawan, Kabupaten Kutai Kartanegara, Ahmad Sopini, Kamis (1/10/2015).

Desa Argosari berada 50 kilometer dari pusat Balikpapan. Secara administratif, desa ini masuk dalam wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara dan berada di sekitar perbatasan dengan Balikpapan. Desa ini dibuka oleh mantan tapol setelah bebas dari kamp konsentrasi di Sumberejo pada tahun 1979-1980.

Begitu bebas, mereka diasingkan ke Argosari, saat itu masih wilayah administratif Kota Samarinda, dengan cara disuruh membuka kawasan sendiri. Desa itu awalnya dihuni 200 lebih kepala keluarga yang merupakan mantan tapol. Mereka sengaja diasingkan ke sini.

Desa kemudian berkembang hingga kini lebih dari 300 kepala keluarga dan lebih 1.000 jiwa hidup dalam lima RT. Mereka mengandalkan pertanian dan kebun di awal-awal menempati Argosari. “70 persen adalah mantan tapol dan keturunannya,” kata Sopini.

Dalam perkembangan Argosari, warga juga mulai bisa diterima oleh instansi pemerintah. Sopini mengungkapkan, banyak yang kini menjadi guru, pegawai kecamatan hingga kelurahan, hingga PNS. Diskriminasi bagi para tapol dan keturunannya hampir tidak ditemui.

“Yang sering kami dengar hanya tinggal di TNI dan Polri yang belum sepenuhnya membuka kesempatan untuk mereka bisa bekerja di lingkungan militer dan kepolisian,” kata Sopini.

Seperti pula yang dirasakan oleh Maman Sudana (72), mantan tapol yang tersisa di Argosari. Sudana mengalami penahanan di kamp Sumberejo Balikpapan. Ia bebas pada tahun 1977. Ia mengaku ditahan tanpa tahu apa kesalahannya.

Bebas dari tahanan pada tahun 1977, Sudana kemudian ikut dalam pengasingan ke desa ini bersama 200-an kepala keluarga. Mereka merintis dan membuka lahan pertanian untuk bertahan hidup. Kini, Sudana hidup sederhana di desa itu bersama seorang istri dan dua anak yang sudah menikah. Ia juga membuka toko kelontong kecil di desa ini.

Perjalanan yang sudah dilaluinya, kata Sudana, membuatnya memutuskan tidak lagi mengandalkan pada belas kasih negara. Ia menyarankan pada anak-anaknya untuk berusaha sendiri untuk menghidupi keluarga. Karenanya ketika anaknya menemui kesulitan saat mendaftar menjadi PNS, ia menyarankan menyerah dan melupakan rencana masuk PNS.

“Saya minta lebih baik tidak usah jadi PNS kalau memang merasa prosedur dan jalannya ribet (menyusahkan). Bekerja yang lain saja. Swasta saja,” kata Sudana. (Baca juga: Untung, Sudana, dan Bekas Tapol '65 di Desa Argosari Terus Cari Keadilan...)

Desa Argosari dan warga di dalamnya secuil kisah kelam pergulatan politik dalam negeri masa lalu yang berakhir suram. Meski banyak warga di dalamnya berhasil menduduki banyak posisi di pegawai negeri seperti menjadi guru, PNS di tingkat kelurahan, hingga kecamatan, tidak sedikit pula yang belum berhasil menepis rasa cemas takut mengalami diskriminasi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com