Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Perusahaan Pembakar Hutan Melenggang, Tinggalkan Rakyat Menderita"

Kompas.com - 05/09/2015, 09:35 WIB
Kontributor Pontianak, Yohanes Kurnia Irawan

Penulis

PONTIANAK, KOMPAS.com - Beberapa pekan ini kabut asap menyelimuti Kota Pontianak hingga menyebabkan aktivitas publik mengalami gangguan. Namun, bencana tahunan ini seakan tidak pernah mendapatkan penanganan yang baik.

Direktur Eksekutif Link-AR Borneo Agus Sutomo mengungkapkan, banyak tuduhan yang mengarahkan kepada masyarakat yang melakukan pembakaran lahan, baik itu bakar lahan dengan alasan membuka lahan untuk berladang atau pun membakar sampah yang tidak terkontrol dan menyebabkan terjadinya kebakaran lahan.

“Coba lihat lebih jauh, banyak perusahaan skala besar tiap kali melakukan clean clearing dengan cara pembakaran,” ujar Sutomo kepada Kompas.com, Jumat (4/9/2015).

Berdasarkan data dari Badan Pengajian dan Penerapan Teknologi, tercatat 1.692 titik api sejak Januari hingga Agustus 2015 di Kalimantan Barat. Penyebab kebakaran yang paling luas adalah akibat kekeringan gambut. Kekeringan gambut itu terjadi karena pembukaan lahan dengan cara kanalisasi.

“Di Kalbar sendiri banyak perusahaan besar membuka lahan, baik sawit maupun HTI,” jelas Sutomo.

Namun, menurut dia, sejauh ini pemerintah dan aparat penegak hukum tidak juga menindak perusahaan-perusahaan yang merusak lingkungan dan menyengsarakan rakyat. Padahal, menurut dia, perusahaan-perusahaan itu jelas merupakan sumber penyebab kebakaran selama ini.

“Perusahaan pembakar hutan bebas melenggang. Mereka pindah ke tempat bebas asap, meninggalkan rakyat yang menderita karena ulah mereka" pungkasnya.

Ekosistem hutan gambut adalah salah satu ekosistem yang paling rapuh. Menurut dia, banyak lahan gambut di Indonesia saat ini yang sudah rusak dan sulit dipulihkan, salah satunya di Kalimantan Barat. Jika kebakaran terjadi di wilayah pemegang konsesi lahan maka perusahaan harus bertanggung jawab.

“Di undang-undang jelas kalau terbakar maka pemilik konsesi bertanggung jawab," katanya.

Sementara itu, di tempat terpisah, Direktur Eksekutif Walhi Kalbar Anton Wijaya mengatakan, Kepolisian Daerah Kalimantan Barat harus segera mencabut maklumat terkait kebakaran hutan dalam upaya penegakan hukum untuk menangani kebakaran hutan. Pasalnya, maklumat itu hanya menimbulkan kemarahan dan resistensi dari masyarakat lokal di lapangan dan dinilai tidak menjawab persoalan pokok terkait penyebab kebakaran.

"Kepolisian harusnya melakukan penegakan hukum seadil-adilnya kepada para penjahat lingkungan yang jelas-jelas adalah korporasi yang melakukan pembakaran dalam proses pembersihan lahan-lahan konsesi mereka" tegas Anton.

Anton menambahkan, penegakan hukum juga harus dilakukan kepada pemangku kepentingan lainnya, selain sektor swasta yang memiliki mandat dan wewenang melakukan perbaikan tata kelola sumber daya alam, memastikan praktik kebun tanpa membakar tetapi tidak menjalankan tugas dan tanggungjawabnya.

Fakta-fakta temuan Walhi di berbagai daerah menunjukkan bahwa akar masalah terbesar kebakaran dan asap di Indonesia sangat nyata dan sebenarnya sangat dipahami oleh pemerintah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com