Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Makanan Lam Prang", Menu Para Pejuang Saat Perang Kemerdekaan

Kompas.com - 31/07/2015, 16:20 WIB
Kontributor Banda Aceh, Daspriani Y Zamzami

Penulis


BANDA ACEH, KOMPAS.com - Sepintas makanan-makanan ini dikenal sebagai makanan biasa. Ubi rebus, pisang rebus dan sagu kukus ditata apik di atas nampan dari anyaman daun pandan duri.

Sebuah kertas karton yang bertuliskan “makanan lam prang” ada di sampingnya. Tulisan itu berarti makanan-makanan dalam zaman perang.

Seorang perempuan berkerudung hitam mulai membuka tutup nampan lebih lebar dan mempersilakan para pengunjung untuk mencicipi makanan tersebut. Para pengunjung langsung antre dan mulai memilih makanan mana yang ingin dicicipi.

Menu bernama ‘Janeng’ juga dilirik oleh sejumlah pengunjung. Di kalangan masyarakat Aceh, Janeng memang dikenal sebagai penganan untuk bekal bepergian, termasuk bepergian untuk bergerilya alias berperang melawan penjajah belanda saat dilakukan oleh masyarakat Aceh lebih dari seratus tahun lalu.

Janeng adalah jenis umbi-umbian. Pohonnya kecil dan berduri kecil merambat seperti pohon sirih. Daunnya berwarna hijau bila masih muda. Biasanya tumbuh liar di hutan-hutan di bawah pohon yang ukurannya lebih besar dan teduh.

Janeng memiliki umbi buah besar yang menghujam ke bawah tanah. Dalam bahasa latin termasuk dalam anggota marga Amorphopallus campanulatus. Sekarang di Provinsi Aceh, varietas tanaman janeng semakin langka di hutan-hutan.

Pohon Janeng tumbuh di semak-semak belukar, berkembang baik di tempat-tempat yang lembap dan terlindungi dari sinar matahari. Tinggi pohon Janeng lebih dari 1 meter dengan ciri berbatang lunak, berduri kecil, dan berwarna hijau. Akarnya berserabut putih kotor. Buahnya berwarna putih dan berat buahnya bisa mencapai 7-10 kg.

Buah Janeng memiliki nilai gizi yang tinggi, dengan kandungan utama adalah karbohidrat sekitar 70-85 persen. Kandungan lain, seperti serat, vitamin, kalsium, zat besi, dan protein.

“Dulu, pada zaman penjajahan Belanda dan Jepang, boh janeng atau buah janeng oleh para indatu kita dijadikan sebagai bahan pangan dan bekal yang dibawa ke hutan atau lokasi-lokasi berperang gerilya, dan di gampong (desa) sering juga dijadikan makanan pengganti beras,” ujar Asmah, perempuan berkerudung hitam tersebut, Jumat (31/7/2015).

Janeng dan beberapa makanan perang ini merupakan bagian dari ajang peringatan 100 tahun Museum Aceh yang digelar di Banda Aceh. Makanan yang menjadi makanan langka di mata anak dan remaja serta sebagian orang dewasa yang berkunjung ke Museum Aceh ini bisa dibilang sudah berusia 100 tahun.

Karena tingginya animo pengunjung untuk mencoba ransum perang prajurit Aceh ini, tak sampai dua jam, makanan yang sengaja disajikan secara gratis ini ludes tak bersisa.

“Kalau anak-anak muda sekarang mungkin memang sudah tak mengenal lagi makanan-makanan ini, karena sangat jarang disajikan, bahkan mungkin tidak setahun sekali dalam kenduri apa pun di Aceh. Selain bahan baku Janeng yang sulit ditemukan, mengolah janeng ini pun harus punya keahlian tersendiri agar saat dikonsumsi tidak menimbulkan racun,” tutur Asmah.

Selain Janeng, makan lain yang dipamerkan adalah Leughok alias sagu yang sudah dikukus dan dimakan dengan parutan kelapa yang dikukus pula agar tak mudah basi.

Ada pula Empheng. Ini adalah sejenis makanan yang terbuat dari tepung beras ketan yang di dalamnya terdapat kelapa parut dan gula. Makanan ini disajikan didalam daun pisang yang sebelumnya dikukus dan dibakar.

“Kenapa parutan kepalanya ada diberi gula, ini untuk menjaga energi dalam tubuh agar tak lemas walau tidak makan makanan lain dalam beberapa hari,” ujar Asmah.

Syarifah, seorang pengunjung, mengaku senang bisa melihat banyak sajian makanan tradisional dan tua yang ditunjukkan di pameran 100 tahun Museum Aceh.

“Ini penting bagi generasi muda agar mereka tahu budaya Aceh seutuhnya dan bagi saya sendiri pun ini menjadi sangat menarik karena saya juga baru tahu yang namanya Janeng dan Empheng,” ungkap Syarifah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com