JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri Soedarmo membenarkan adanya peraturan daerah mengenai ketentuan dalam beribadah di Tolikara, Papua. Menurut dia, aturan tersebut belum diajukan kepada pemerintahan provinsi hingga Kemendagri. Perda itu baru disetujui Bupati dan DPRD setempat.
"Sudah disetujui Bupati, DPRD, tetapi belum ke gubernur. Ketua DPRD lama yang menyetujuinya, tetapi belum diajukan ke provinsi," kata Soedarmo di Kantor Kemendagri Jakarta, Rabu (22/7/2015).
Hingga saat ini Kemendagri belum memperoleh dokumen berisi peraturan bupati soal ibadah di Tolikara tersebut. Tim Kemendagri masih berupaya meminta dokumen tersebut kepada pemerintah daerah Tolikara. (baca: BIN Kecolongan Insiden di Tolikara? Sutiyoso Jawab dengan Nada Tinggi)
Menurut Soedarmo, warga Tolikara, termasuk pengikut Sinode Gereja Injili di Indonesia (GIDI) menganggap perda ini sah sehingga dijadikan dasar dalam pengaturan ibadah. Soedarmo juga menyampaikan bahwa pengajuan perda mengenai aturan beribadah ini berasal dari pengurus GIDI.
"Bagi GIDI, karena sudah memajukan (usulan), sudah disetujui kepala daerah, sudah dianggap sah lah ini," tutur dia.
Kemendagri telah memerintahkan agar peraturan tersebut dicabut atau setidaknya direvisi. Jangan sampai isi perda ini mendeskriditkan umat agama lain atau melanggar hak asasi manusia. (baca: Mushala dan 63 Kios yang Terbakar di Tolikara Akan Dibangun Kembali)
"Kita minta, kalau belum sah, jangan diberlakukan, jangan dijadikan dasar hukum. Itu menyalahi aturan juga," ujar Soedarmo.
Sebelumnya, Ketua Persekutuan Gereja dan Lembaga Injil di Indonesia (PGLII) Roni Mandang mengatakan bahwa ada peraturan daerah di Tolikara yang mengatur mengenai pembatasan pembangunan rumah ibadah. Meski demikian, Roni tidak menjelaskan secara spesifik mengenai perda tersebut. (baca: PGLII Tolak Surat GIDI Tolikara soal Larangan Beribadah)
Kantor berita Antara, Selasa, melaporkan bahwa Bupati Tolikara Usman Wanimbo membenarkan adanya perda yang melarang pembangunan gereja selain Gereja Injili di Indonesia. Hal itu ditetapkan karena aliran gereja tersebutlah yang pertama terbentuk di wilayah itu. (baca: Mendagri Selidiki Perda Tolikara soal Aturan Beribadah)
"Memang ada perda yang menyatakan bahwa di sini, kebetulan terbentuknya GIDI di sini sehingga dianggap sudah gereja besar. Masyarakat di sini berpikir, gereja aliran lain tidak bisa bangun di sini. Mau tidak mau masyarakat menerima (perda) itu," kata Usman.
Bupati juga membenarkan bahwa di Tolikara terdapat aturan yang melarang pembangunan masjid. (baca: Kapolri Pastikan Polisi di Tolikara Tak Langgar Protap)
"Itu dalam bentuk peraturan bupati, masjid dilarang juga dibangun dalam perda tersebut. Kalau mushala memang dari dulu ada," ujarnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.