Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masjid Cut Meutia, dari Gedung Belanda Jadi Rumah Tuhan

Kompas.com - 20/07/2015, 10:31 WIB

KOMPAS - Di Masjid Cut Meutia, arsitektur khas Belanda berpadu dengan seni kaligrafi Islam. Berbagai corak tulisan Arab menghias dinding masjid yang kokoh. Selama berpuluh tahun, bangunan itu jadi saksi orang-orang yang menghadap Tuhan.

Nama "Cut Meutia" diambil dari nama jalan tempat masjid itu berdiri. Masjid yang terletak di Jalan Cut Mutiah, di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, itu menyimpan sejarah panjang. Sebelum menjadi tempat ibadah bagi umat Islam, bangunan masjid itu adalah gedung milik pemerintahan kolonial Belanda.

"Gedung ini pernah menjadi kantor perusahaan pengembang milik Belanda. Dulu, perusahaan itu bekerja untuk membangun kawasan Gondangdia," kata Dadang Abdullah, imam Masjid Cut Meutia, saat ditemui pada Minggu (5/7).

Bangunan itu juga pernah difungsikan sebagai kantor pos milik Belanda, kantor Jawatan Kereta Api Belanda, dan Kantor Angkatan Laut Jepang.

Setelah masa kemerdekaan Indonesia, masjid yang bisa menampung sekitar 3.000 anggota jemaah ini pernah menjadi kantor urusan perumahan, kantor urusan agama, hingga Sekretariat Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS).

Barulah, pada masa pemerintahan Gubernur Ali Sadikin, gedung itu dihibahkan ke Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Sebelum resmi dijadikan masjid, gedung ini hampir diruntuhkan karena dianggap tidak berfungsi.

"Atas usulan Jenderal AH Nasution, gedung ini tidak jadi dirobohkan, tetapi dijadikan tempat ibadah bagi semua pemeluk agama. Namun, karena umat islam banyak yang beribadah di sini, gedung diusulkan sebagai masjid," papar Dadang.

Pada 1987, Surat Keputusan Gubernur Nomor 5184/1987 menandai peresmian gedung itu sebagai Masjid Cut Meutia. Masjid itu pun dijadikan cagar budaya sehingga bentuk bangunannya sengaja dipertahankan.

"Hampir semua bagian gedung dibiarkan seperti aslinya. Di masjid ini, arah kiblat tidak lurus, tetapi agak menyerong ke kanan. Itu karena bangunan masjid memang tidak searah kiblat," katanya.

Keunikan bangunannya membuat banyak turis domestik dan mancanegara rutin berkunjung ke sana. Bahkan, tak sedikit pengunjung yang akhirnya tertarik mempelajari agama Islam. "Kebanyakan mualaf yang memeluk Islam adalah turis yang pernah berkunjung ke sini," kata Dadang.

Keislaman

Dengan luas tanah sekitar 5.000 meter persegi dan berada di jantung kota, Masjid Cut Meutia menjadi salah satu pusat aktivitas keislaman di Jakarta. Para pemuda rutin menggelar berbagai aktivitas keagamaan.

Afrizal Dhea Amanullah (20), selaku ketua kegiatan Ramadhan bertajuk "Gema Ramadhan Masjid Cut Meutia", menuturkan, berbagai kegiatan positif digagas untuk memeriahkan Ramadhan bulan lalu.

"Kami membagikan perlengkapan shalat ke masjid lain yang membutuhkan, menggelar bazar murah pakaian Muslim, dan mengadakan bimbingan keislaman dengan konsep pesantren kilat untuk para pemuda," papar Afrizal.

Selain itu, tak sedikit pula yang menjadikan Masjid Cut Meutia sebagai tempat ibadah favorit. Setiap hari, Masjid Cut Meutia selalu didatangi para anggota jemaah.

Seperti Rabu (8/7), di ruang utama Masjid Cut Meutia, puluhan anggota jemaah takzim membaca Al Quran. Beberapa orang lainnya khusyuk berzikir sambil menggerak-gerakkan tasbih.

Prima (24), mahasiswa Universitas Mercu Buana, Jakarta, menuturkan, ia kerap berkunjung ke Masjid Cut Meutia untuk shalat. "Setelah turun di Stasiun Gondangdia, saya sengaja ke sini untuk istirahat dan shalat. Tempatnya nyaman dan membuat hati saya tenang," katanya. (B08)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com