"Itu fenomena alam biasa saja, itu namanya fenomena red tide atau perubahan warna air laut menjadi kemerahan," kata Samuel, Senin (22/6/2015).
Dia mengatakan, perubahan warna air laut menjadi merah itu terjadi karena adanya ledakan populasi alga merah atau jenis plankton lainnya secara berlebihan di perairan itu. Ledakan populasi alga itu kemudian dengan cepat memengaruhi warna air laut.
"Terlebih lagi, saat ini lagi musim timur, jadi memang populasi alga merah itu sangat banyak dan sangat berlimpah, jadinya memunculkan eutrofikasi yang berpengaruh pada perubahan air laut," kata pria yang juga menjabat guru besar di Fakultas Perikanan Universitas Pattimura, Ambon, ini.
Menurut dia, fenomena perubahan air itu tidak akan memengaruhi biota laut di sekitar perairan tersebut karena pada akhirnya fenomena itu akan hilang dengan sendirinya. Namun, lanjutnya, jika yang berkembang adalah alga beracun, maka sejumlah langkah perlu dilakukan berupa pencegahan karena hal tersebut bisa membahayakan biota laut di wilayah itu.
"Termasuk, manusia yang memakan ikan di laut itu juga bisa keracunan kalau yang blooming adalah alga beracun. Makanya, yang paling penting, harus ada penelitian segera soal itu," ujarnya.
Samuel mengatakan, fenomena itu biasanya terjadi paling lambat selama sepekan. Oleh karena itu, dia mendorong warga untuk tidak perlu khawatir dengan fenomena tersebut.
"Biasanya, nanti akan dibawa arus laut dan angin secara alami. Jadi, paling lambat, fenomena itu sudah tidak ada lagi (setelah) sepekan," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.