Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Guru Besar IPB: Indonesia Negeri Rawan Bencana Alam

Kompas.com - 05/06/2015, 14:41 WIB
Kontributor Bogor, Ramdhan Triyadi Bempah

Penulis

BOGOR, KOMPAS.com - Negara Indonesia terletak di jalur vulkanik (ring of fire) dan juga berada di kerak bumi aktif yang di dalamnya terdapat tiga hingga lima patahan lempeng bumi bertemu dan bertumbukan sehingga menyebabkan pergerakan. Kondisi ini menjadikan Indonesia sebagai negara sangat rawan bencana, bahkan dikenal dengan negeri laboratorium bencana.

Berdasarkan hasil analisa, Indonesia memiliki beberapa wilayah yang berisiko tinggi bencana. Risiko tertinggi gempa bumi terdapat di Sumatera, Jawa dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Sedangkan tsunami berrisiko tertinggi di Jawa, Sumatera dan Sulawesi.

Gunung api risiko tertinggi ada di Jawa, Sumatera dan NTT. Longsor risiko tertinggi berada di Sumatera, Sulawesi dan Jawa. Kekeringan risiko tertinggi berdada di Jawa dan Sumatera. Banjir berisiko tinggi di Jawa, Sumatera dan Kalimantan. Sementara risiko erosi tertinggi ada di Jawa, Sulawesi dan Sumatera.

Data itu disampaikan Guru Besar Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor (Fema IPB), Prof Dr Euis Sunarti. Menurut Euis, dari hasil penelitian menunjukkan pentingnya membangun ketangguhan keluarga dan masyarakat dalam menghadapi bencana. Keluarga miskin dan tidak sejahtera menanggung nilai kerusakan dengan persentase yang lebih besar dan dengan kemampuan pemulihan yang rendah dan lama.

Bencana selain mengganggu pencapaian kesejahteraan (bahkan berpotensi memiskinkan) juga mengganggu fungsi ekspresif keluarga.

“Fakta menunjukkan sangat terbatasnya coping strategi dan kemampuan pemulihan keluarga korban bencana, sementara dukungan sosial dari keluarga besar maupun dari tetangga sama-sama terbatas karena pada umumnya berada pada status sosial ekonomi yang sama. Sehingga bencana sangat mengganggu pencapaian kesejahteraan, bahkan pemenuhan kebutuhan pokok keluarga, yaitu ketahanan pangan di tingkat keluarga,” ujarnya dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Jumat (5/6/2015).

Resiliensi yang diharapkan dimiliki keluarga dalam menghadapi bencana, ternyata bukan kemampuan yang bisa didapat secara instan, melainkan hasil akumulasi investasi jangka panjang yang built-in dalam kehidupan sehari-hari. Komponen kelentingan keluarga tersebut adalah belief system (terutama berkaitan dengan nilai/pemaknaan terhadap bencana atau musibah), kualitas komunikasi, dan pola organisasi dalam keluarga.

“Saat ini kesadaran masyarakat dan Badan Penanggulangan Bencana di daerah lebih baik. Peningkatan kapasitas ada, tapi apakah sudah ready? Tampaknya belum karena masih jauh dari yang diharapkan," jelasnya.

Selain itu, lanjut Euis, perlu ketangguhan membangun safety culture dan pemahaman tentang risiko bencana. Efektifitas penanganan tanggap darurat dan pasca-bencana berkaitan dengan upaya pengurangan risiko bencana.

"Karenanya sangat mendesak dilakukannya pengintegrasian atau koherensi pengurangan risiko bencana dengan program pembangunan untuk mencapai SDGs," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com