Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Remaja Berkebutuhan Khusus Ditemukan Tewas Mengapung di Lubang Tambang

Kompas.com - 26/05/2015, 19:32 WIB
Kontributor Balikpapan, Dani Julius

Penulis


BALIKPAPAN, KOMPAS.com – Remaja berkebutuhan khusus sekaligus tunarungu berusia 13 tahun, Ardi bin Hasyim, ditemukan tewas mengapung di lubang tambang milik PT CEM di Kelurahan Sambutan di Samarinda, Kalimantan Timur, Senin (25/5/2015) lalu.

Kematian Ardi di lubang tambang menggenapi sembilan bocah lain yang lebih dulu jadi korban lubang tambang di Samarinda sejak 2011.

“Akibat pemerintah tidak juga mencabut dan mengevaluasi izin tambang yang berada di kawasan padat pemukiman,” kata Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang, Merah Johansyah, Selasa (26/5/2015).

Ardi menghilang dua hari sejak Sabtu (23/5/2015). Ia baru ditemukan tidak bernyawa mengapung di kolam bekas galian PT CMS, perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan yang merupakan kontraktor dari PT CEM. Kolam itu kira-kira seukuran dua kali lapangan sepak bola.

Bagi Hasyim dan Nur Aini, kedua orangtua korban, Ardi memang akrab dengan aktivitas tambang. Pasalnya, kesibukan mobil-mobil pengangkut batubara dan kendaraan tambang lain yang lalu lalang di dekat rumahnya menjadi tontonan sehari-hari Ardi.

“Pagi-pagi sudah pergi melihat mobil-mobil pengangkut batubara dan biasanya pulang di waktu makan siang. Setelah itu dia kembali lagi ke pos penjaga di areal pertambangan dan pulang lagi ketika sore untuk mandi. Sering pula masih bermain dan pulang paling larut jam sembilan” ucap Merah menirukan ungkapan Hasbullah ayah tiri dari Ardi.

Bila tak kunjung pulang, Adri barulah dijemput pulang. Bocah penyandang tunarungu ini jadi korban ke-10 menyusul sembilan lain yang tewas dengan cara serupa, yakni ditelan lubang bekas galian tambang.

Tewasnya anak demi anak terus berulang seakan tidak terbendung. Dengan jumlah lebih dari 60 izin kegiatan tambang yang beroperasi di Samarinda, sekitar 75 persen menjadi wilayah tambang. Luas izin tambang mengakibatkan pemukiman terasa sempit dan warga bertetangga sangat dekat dengan tambang. Resiko dari aktivitas tambang pun berimbas ke pemukiman. Kasus Ardi dan sembilan korban lain contohnya.

Merah menuturkan, pantauan di lapangan, aktivitas hauling lubang milik CEM cuma 10 meter dari halaman TPA Sambutan.

Sementara itu, Kapolres Samarinda Kombespol Antonius Wisnu Sutirta mengungkapkan, polisi masih menyelidiki kasus ini. Ia menjanjikan, bila dalam pemeriksaan nanti ditemukan kelalaian dari perusahaan maka pihaknya tidak segan menindak tegas.

Ia juga mengatakan, polisi tidak berhenti menyidik kasus terkait korban tambang ini. Bocah Korban Tenggelam Lubang tambang di Kota Samarinda menelan korban dari waktu ke waktu hingga kini yang ke-10.

Berawal dari tiga bocah tewas di lubang tambang di Sambutan pada 13 Juli 2011. Ketiga anak itu Miftahul Jannah, Junaidi dan Ramadhani. Enam bulan kemudian, anak lelaki dan perempuan bernama Eza, kelas 1 sekolah dasar, dan Ema (6) tewas tercebur kolam tambang milik PT PPM di belakang rumahnya di Perumahan Sambutan Idaman Permai pada 24 Desember 2011.

Setahun kemudian, Maulana Mahendra (11), di sebuah galian tak direklamasi bekas tambang batubara perorangan di Blok B RT 18 Simpang Pasir, Palaran, Samarinda. Kembali, bocah kelas 5 SD bernama Nadia Zaskia Putri, tewas karena berenang di galian bekas tambang batubara di RT 48, Rawa Makmur, Kecamatan Palaran, pada 8 April 2014.

Menyusul kemudian Muhammad Raihan Saputra (10) yang tewas di lubang tambang tak direklamasi di Bengkuring Sempaja Selatan pada Senin, 22 Desember 2014. Terakhir, Ardi Bin Hasyim (13) tewas di lubang tambang milik PT CEM di Sambutan pada 25 Mei 2015.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com