Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menjaga Kilau Mutiara Lombok

Kompas.com - 01/04/2015, 15:18 WIB
Siang itu, Rabu (25/3/2015), Rumah Mutiara Indonesia di Praya, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, terlihat lebih ramai dibandingkan dengan hari-hari biasanya. Sejumlah mobil terparkir di halaman yang biasanya nyaris kosong. Beberapa orang berpakaian dinas sipil pegawai negeri pemerintah daerah setempat sibuk mempersiapkan kursi untuk rapat di sebuah ruangan di dekat ruang utama.

Ruang utama di lantai satu yang digunakan untuk ruang stan penjualan mutiara tampak bersih. Namun, suasananya tak berbeda dengan hari-hari biasanya. Dari 14 stan penjualan mutiara yang tersedia, saat itu hanya ada satu penjual yang membuka stannya.

Rima Istihara (45) dari Lombok NTB Pearls Gallery mengatakan, dirinya membuka stannya karena diminta. ”Karena mau ada pejabat dari Jakarta. Biasanya saya jarang datang (membuka stan) karena hampir tidak ada pembeli. Sejak dibuka, belum ada mutiara saya yang terjual,” katanya.

Menurut penjaga Rumah Mutiara Indonesia (RMI) tersebut, Mamik Jinemba, setiap hari rata-rata hanya dua stan yang buka. Pembeli pun jarang, bahkan nyaris tidak ada.

Manajer RMI Ismail mengakui, sejak diresmikan Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif C Sutardjo pada 19 Februari 2014, RMI sepi pengunjung. Hal ini memang membuat pengusaha mutiara enggan membuka stan mereka di RMI meski selama ini belum dipungut uang sewa. Dia juga tidak bisa memaksa mereka tetap membuka stan ketika dalam keseharian hampir tidak ada pengunjung yang datang.

Sejak dibuka, RMI yang berada sekitar 1 kilometer dari Bandar Udara Internasional Lombok tersebut nyaris tak ada aktivitas. Direktur Pengembangan Produk Nonkonsumsi, Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan Maman Hermawan menyayangkan kondisi tersebut. Ia datang ke RMI pada Rabu itu untuk rapat membahas pengembangan RMI dengan aparat pemda setempat

Pembangunan RMI, katanya, ada sejarah dan filosofinya. Tidak sekadar membangun gedung untuk memamerkan atau menjual mutiara, tetapi lebih dari itu, yaitu untuk menjaga mutiara lombok pada khususnya dan mutiara di Indonesia pada umumnya.

”South sea pearl di Indonesia ini, kan, terbesar di dunia produksinya, yaitu mencapai 43 persen. Produksi nasional jenis ini sekitar 5,5 ton per tahun, Lombok ini termasuk yang banyak. Tapi faktanya, mutiara dari Tiongkok banyak masuk, belasan ton per tahun. Apa jadinya kalau yang dibeli dari Lombok ini mutiara dari Tiongkok yang sebenarnya bukan mutiara laut, tetapi mutiara air tawar. Karena itu, ada rumah mutiara ini,” katanya.

Karena itu, salah satu fungsi RMI adalah untuk mengedukasi masyarakat agar mengetahui dan bisa membedakan mutiara ”asli” (mutiara air laut) dan mutiara ”aspal, asli tetapi palsu” (mutiara air tawar). Secara sepintas, mutiara air tawar tidak berbeda dengan mutiara air laut. Namun dari segi harga, mutiara air laut jauh lebih mahal dibandingkan dengan mutiara air tawar.

Proses

Mutiara air laut mahal karena untuk membudidayakannya, mulai dari pembenihan sampai bisa dipanen, membutuhkan waktu hingga 4 tahun. Dalam satu kerang mutiara pun hanya terdapat 1-2 butir mutiara. Setelah panen pertama, kerang mutiara air laut baru bisa dipanen dua tahun kemudian, hingga 2-3 kali dipanen.

Karena prosesnya yang lama dan membutuhkan teknologi tinggi dalam budidaya kerang mutiara, tidak banyak pembudidaya mutiara di Lombok yang bertahan. Selain karena krisis ekonomi juga karena serbuan mutiara air tawar dari Tiongkok. Dari semula sebanyak 39 pengusaha, kini tinggal 6-8 pengusaha yang masih bertahan di Lombok.

Salah satu usaha budidaya mutiara yang masih bertahan adalah Autore di Teluk Nara, Desa Melaka, Kecamatan Pamenang, Lombok Utara. General Manager Autore Justin Cullen mengatakan, perusahaannya berpusat di Australia. Sekitar 95 persen dari produksi mutiara Autore pun dikirim ke Australia untuk dipasarkan ke sejumlah negara, seperti Jepang, Amerika Serikat, dan Eropa. ”Dalam setahun, panen 170.000-200.000 butir,” katanya.

Selain budidaya mutiara, Autore juga membuka ruang pamer di kantornya di Teluk Nara dan menyediakan paket tur proses budidaya mutiara, dari pembibitan hingga panen.

Justin mengatakan, tur tersebut dimaksudkan untuk memberikan pengetahuan kepada pengunjung soal proses budidaya mutiara. Meski pengunjung bukan sasaran utama pasar Autore, katanya, dengan tur tersebut pihaknya bisa memberikan pemahaman soal apa itu mutiara dan proses produksinya. ”Bagaimanapun, usaha kami ada di sini,” katanya.

Apa yang dilakukan Autore tersebut, kata Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NTB Aminollah, akan diadopsi di RMI. ”Kami akan menggandeng Autore untuk mengadakan hal serupa di RMI. Mereka, kan, punya peralatannya dan juga filmnya. Kami tidak mampu mengadakan sarana edukasi tentang mutiara di RMI karena tidak ada dana. Kami sedang menunggu jawaban dari pihak Autore untuk kerja sama tersebut,” katanya.

Aminollah mengakui, RMI belum maksimal beroperasi. Namun, pihaknya terus berupaya memaksimalkan fungsi RMI, bukan sekadar tempat penjualan mutiara, melainkan yang lebih utama adalah tempat edukasi tentang mutiara. ”Semua pihak punya tanggung jawab untuk mengoptimalkan RMI, bukan hanya pemda, melainkan juga pengusaha,” katanya.

Dalam kesempatan terpisah, Asisten II Sekretariat Daerah Provinsi NTB L Gita Aryadi mengatakan, RMI bukan sekadar etalase penjualan, melainkan juga merupakan rumah edukasi. Diakui, pihaknya masih terus mencari model strategi pengembangan RMI. ”Butuh tangan-tangan kreatif (untuk hidupkan RMI), kami terbuka masukan dari sejumlah pihak,” katanya.

Memang membangun RMI tidak sekadar membangun gedung. Yang lebih penting adalah bagaimana menghidupkan RMI. Segala upaya harus dilakukan, termasuk gencar promosi, terutama di bandara yang menjadi pintu masuk wisatawan. Jika RMI saja suram karena tak ada aktivitas, bagaimana mau menjaga kilau mutiara lombok. (IKA/REK/ENG/RUL)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com