Tigor mengatakan, penemuan uang palsu atas informasi dari masyarakat, temuan bank serta aparat kepolisian. Kendati meningkat, peredaran uang palsu di NTT masih rendah jika dibanding peredaran uang palsu di daerah lain. Menurutnya uang palsu yang beredar tersebut bisa diketahui langsung menggunakan sistem tiga D (dilihat, diraba, dan diterawang). Untuk meminimalisir peredaran uang palsu, Bank Indonesia akan terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat.
Sementara itu pejabat BI NTT lainnya, Petrus Endria Effendhi, mengatakan bahwa kenaikan temuan uang palsu terjadi pada bulan Juli 2014 atau bertepatan dengan Hari Raya idul Fitri. Peredaran berangsur-angsur menurun hingga bulan Desember 2014.
Pada bulan Januari dan Februari 2015, peredaran uang palsu kembali mengalami kenaikan. Adapun pecahan yang paling banyak dipalsu adalah pecahan Rp 100.000 dan Rp 50.000.
“Apabila disetarakan dengan rupiah, total uang palsu yang ditemukan tersebut hanya berjumlah kurang dari 0,00025 persen dari keseluruhan uang yang masuk ke perbankan di Provinsi NTT,” kata Petrus.