Menurut pria yang akrab disapa Emil ini, Presiden Jokowi belum optimal dalam membangun hubungan informal dengan para kepala daerah.
"Karena Pak Jokowi asalnya kepala daerah, saya berharap hubungan informal dengan kepala daerah harus jauh lebih aktif sehingga perubahan Indonesia yang banyak muncul di daerah bisa diakselerasi. Intinya, komunikasi dengan daerah harus lebih dioptimalkan. Kalau sekarang belum terlalu optimal," kata Emil di Tegalega, Kota Bandung, Senin (26/1/2015).
Emil menambahkan, Presiden Jokowi seharusnya bisa berkaca pada kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Menurut dia, SBY belum optimal dalam membina hubungan antar-pemerintah daerah.
"Seharusnya bisa lebih baik dibanding presiden sebelumnya yang saya nilai kurang optimal," tuturnya.
Sisi positifnya, lanjut Emil, dalam 100 hari kepemimpinan Jokowi, pemerintah daerah diberikan pembelajaran untuk berhemat. Misalnya, pemerintah pusat mengeluarkan instruksi untuk menyediakan singkong dan makanan lokal untuk sajian serta pelarangan rapat di hotel.
"Yang dirasakan adalah penghematan," ucapnya.
Meski demikian, Emil meminta kepada Presiden Jokowi untuk meninjau ulang efektivitas program-program penghematan yang telah dibuat. Dikhawatirkan, program penghematan tersebut malah menyengsarakan PNS yang mengakibatkan motivasi untuk korupsi di pemerintah daerah semakin besar. Salah satu yang dikritik Emil adalah pemotongan uang perjalanan dinas, dari Rp 2,5 juta menjadi Rp 750.000.
"Turunnya jauh, saya juga enggak ngerti. Padahal, wajar-wajar saja perjalanan dinas dengan nilai sekian. Di daerah, kita ingin meningkatkan kesejahteraan PNS agar menghindari korupsi. Kalau dipotong, memberatkan juga," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.