Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mobil Uap Karya Dosen di Malang Diluncurkan

Kompas.com - 12/12/2014, 19:11 WIB
Kontributor Malang, Yatimul Ainun

Penulis


MALANG, KOMPAS.com
- Mobil bertenaga uap karya seorang dosen di Malang, Jawa Timur, diluncurkan, Jumat (12/12/2014). Mobil yang diklaim hanya dibuat dalam waktu satu bulan langsung diuji coba di Museum Angkut di Kota Batu. Rencananya, mobil uap itu juga akan dioperasikan di museum tersebut.

Muhammad Harley yang sehari-harinya bekerja sebagai dosen di Vocational education Dovelopment Center (VEDC) Malang menuturkan, dirinya yang sehari-harinya bergelut di dunia elektronik merasa tertantang untuk membuat mobil uap pertama di Indonesia.

"Merekonstruksi karya lama berupa mobil uap itu tidak mudah. Menurut saya, yang mudah malah membuat mobil baru," katanya.

Mobil uap karya Harley itu layaknya sebuah kereta kuda zaman kuno. Namun, mesin bertenaga uapnya berada di posisi bagian depan.

"Mobil uap itu dibuat pada 5 September lalu dan selesai pada 3 Desember 2014. Hari ini dioperasikan di museum angkut," katanya.

Secara umum, lanjut Harley, sistem kerja mobil ada beberapa tahap. Pertama, menggunakan tenaga biologis, seperti menggunakan tenaga kuda dan manusia. Selanjutnya, dari tenaga biologi menjadi tenaga uap.

"Setelah itu baru dari bahan bakar dan terakhir bertenaga nuklir," katanya.

Dioperasikan di museum angkut katanya, mobil uap karyanya itu, karena harus mengulang sejarah. Yakni pertama yang menciptakan mobil uap adalah Nicolas Joseph Cugnot, seorang ilmuwan di Perancis pada akhir abad 18 tepatnya pada tahun 1769.

"Kesulitan dalam pembuatan mobil itu karena bahan dan referensinya sulit. Tidak terdokumentasi apa yang dikaryakan oleh Nicolas itu. Kalau karya sekarang banyak yg terekam," katanya.

Bahan-bahan yang dipakai untuk mobil uap itu di antaranya adalah air sebanyak 20 liter yang dibakar dengan menggunakan kayu bakar.

"Lalu, keluarlah uap, ditampung di boiler, maka tekanan uap itu masuk ke pengatur tekanan lalu masuk ke selinder menjadi naik turun," katanya.

"Hal tersebut yang diubah menjadi gerak radil untuk menjadi putaran roda. Lalu menggerakkan roda yang dari kayu itu," tambah pria alumnus pasca-sarjana ITS Surabaya itu.

Adapun alat dan bahan-bahan mobil uap itu, diantaranya, logam, setir dan tempat duduk terbuat dari kayu jati.

"Saya bersyukur, apa yang saya desain, tidak meleset jauh. Tidak ada kegagalan. Padahal saya ingin ada kegagalan, karena dari kegagalan itu saya bisa banyak belajar," ungkapnya.

Mobil uap tersebut memiliki kecepatan maksimum 6 kilo per jam. Per jamnya, mobil tersebut membutuhkan kayu bakar sebanyak 7 kilogram untuk operasi.

"Jika kayu bakarnya sebanyak 7 kilogram, mampu beroperasi sampai satu jam lebih. Ukuran tekanannya 100-150 PSI atau 10 hingga 15 BAR," katanya.

Sementara itu, menurut Harley, mobil ciptaan Nicolas hanya memiliki kecepatan maksimum 5 kilo meter per jam.

"Perbedaannya hanya kecepatannya dan desainnya. Yang jelas, Jika bara kayunya lebih banyak juga akan semakin tinggi kecepatannya," tuturnya.

Sementara itu, Titik S Ariyanto, Manajer Operasional Museum Angkut, menyambut baik rencana pengoperasian mobil uap tersebut di Museum Angkut. Apalagi, ini mendekati libur Natal dan tahun baru.

"Dengan adanya mobil bertenaga uap pertama di Indonesia itu, diharapkan para pengunjung lebih mendapatkan edukasi. Tidak hanya datang untuk berlibur. Tapi setelah mengunjungi museum angkut membawa banyak ilmu," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Regional
Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Regional
Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com