Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sensasi Menembus Hujan, Menerjang Jeram, di Atas Ketinting...

Kompas.com - 11/12/2014, 05:51 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

MALINAU, KOMPAS.com - Jalan dua pekan, rombongan safari Natal 2014 Bupati Malinau Yansen Tipa Padan di Pedalaman Malinau, Kalimantan Utara, sudah menapaki jalanan berlumpur di tepi jurang, menembus awan di udara, hingga melawan arus sungai di atas ketinting.

Kompas.com--reporter Fabian Januarius Kuwado beserta fotografer Fikria Hidayat dan Kristianto Purnomo--mengikuti safari ini sejak 1 Desember 2014. Pada 8 dan 9 Desember 2014, kami dan rombongan bupati menyambangi Desa Pujungan, Kecamatan Pujungan, selepas bermalam di Desa Apau Ping, Kecamatan Bahau Hulu.

Pukul 13.00 Wita, rombongan bersiap di tepi Sungai Bahau, Desa Long Alango, desa transit dari Desa Apau Ping. Menuju Pujungan, kami akan menumpang ketinting, sampan kayu kecil. Rombongan ini terdiri dari 28 orang, sementara satu ketinting berisi dua hingga tiga penumpang bersama seorang juru mudi.

Saya berada di satu ketinting bersama Brigadir Muda Dimas, ajudan Kapolres Malinau; dan Jasmin, kontributor Beritasatu untuk Kalimantan Utara. Luther adalah juru mudi ketinting kami. "Sini, barang-barangnya dimasukan ke dalam terpal dulu," ujar Luther begitu kami mendekati perahunya.

Kami menyerahkan satu per satu tas, yang lalu diletakkan Luther di bagian tengah ketinting dan kemudian dibungkus memakai terpal biru. "Handphone atau kamera kalau mau sekalian dimasukan ke dalam. Kayaknya di hilir hujan ini," kata Luther usai meletakkan tas terakhir.

Hanya Jasmin yang menyerahkan kamera DSLR sebagai sahutan atas tawaran Luther itu. Telepon genggam dan kamera saya sudah berada di kantong khusus tahan air. Aman.

"Teketek... Teketek... Teketek...Teketek," bunyi statis mesin ketinting seiring perahu yang mulai melaju satu per satu. Yansen ada di ketinting terdepan bersama Komandan Distrik Militer Malinau.

Di belakang mereka adalah ketinting yang ditumpangi Kapolres Malinau dan camat setempat. Menyusul berderet sesudahnya, ketinting yang mengangkut anggota rombongan selebihnya.

Kuyup

Saat berangkat, langit di atas kami cukup cerah. Namun, di kejauhan menuju hilir, arah yang kami tuju, langit terlihat gelap oleh gelayutan awan. Seisi ketinting yang tak membekali diri dengan peralatan untuk berhujan-hujan, hanya bisa pasrah.

Benar saja, baru sekitar 20 menit mengarungi Sungai Bahau, langit menumpahkan butiran hujan. Deras. Seluruh rombongan ketinting, termasuk Bupati, Dandim, dan Kapolres, kehujanan. Namun, ketinting terus melaju.

Di ketinting kami, situasi tak berbeda. Kami yang menunduk menghindari terpaan hujan di wajah, hanya saling lirik lewat celah ketiak masing-masing untuk melihat kondisi teman seperjalanan. "Amankah?" tanya Jasmin. "Aman," jawab saya.

Baru juga suara saya hilang, terasa laju ketinting merapat. "Ada apa ini?" pikir saya sembari menoleh ke arah Luther. "Kuras air dulu," ujar Luther sembari tersenyum, seolah bisa membaca isi pikiran saya.

Dengan alat semacam nampan, Luther lalu sibuk menciduki air yang menggenangi kabin ketinting. "Bocor, Pak?" tanya saya. "Bukan, ini air hujan masuk," jawab Luther sembari tetap melanjutkan kegiatannya. Saya bernapas lega.

Menurut Luther, dia tak bisa memaksimalkan laju ketinting bila bersamaan musti menguras air. Karena itu, dia melambatkan laju perahu dan menguras kabin, baru kemudian kembali melajukan ketinting.

Betul juga, semenit setelah perahu melambat, Luther sudah kembali memacu mesin ketinting. Baju dan celana kami sudah kuyup, dingin pun sudah menembus kulit.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com