Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemakaman di TPU Ditolak, Jasad Daodah Dimakamkan di Halaman Rumah

Kompas.com - 08/12/2014, 14:54 WIB
Kontributor Semarang, Nazar Nurdin

Penulis

SEMARANG, KOMPAS.com – Entah dosa apa yang pernah dilakukan Daodah (55), warga Desa Siandong, Kecamatan Larangan, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Semasa hidupnya, dia tinggal di perkampungan itu. Bersama dengan warga lainnya, dia mengikuti ajaran penghayat Kepercayaan Sapta Darma, hingga meninggal dunia, Minggu (7/12/2014) pukul 23.00 WIB.

Keikutsertaan dalam ajaran itulah yang membuat penguburan Daodah menjadi masalah. Setelah lama mengidap sakit, suami dari Darto (55) itu, ditolak untuk dimakamkan di tempat pemakaman umum. Penolakan disampaikan langsung oleh kepala desa setempat. Hal itu memaksa keluarga untuk memakamkan Daodah di pekarangan rumah.

“Tadi pagi jam 05.30 WIB, saya dapat kabar dari Brebes. Ada salah satu warga penghayat ditolak pemakamannya oleh Kepala Desa setempat. Warga itu tadi jam 10 dimakamkan di pekarangan rumahnya,” ujar Khoirul Anwar, aktivis dari Lembaga Studi Sosial dan Agama (eLSA) Semarang, Senin (8/12/2014).

Menurut Anwar, penolakan pemakaman tidak boleh terjadi di bumi Indonesia. Hal itu disebabkan, karena ada aturan yang mengharuskan pemerintah untuk menyediakan lahan bagi warga negaranya yang meninggal dunia. Untuk itu, jika ada penolakan terhadap jasad, ada pihak yang telah melanggar ketentuan yang ada, serta melanggar hak asasi manusia.

Menurut Anwar, Kepala Desa semestinya memberi izin agar jenazah bisa sama-sama dikebumikan di tempat pemakaman umum. Pemda pun semestinya memberikan kewajibannya untuk memberikan lahan bagi warganya yang meninggal dunia.

Berdasarkan Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kebudayaan Dan Pariwisata Nomor 43 dan 41 Tahun 2009 tentang Pedoman Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa disebutkan dalam bab tentang Pemakaman, bahwa dalam Pasal 8 ayat (1) berbunyi “Penghayat Kepercayaan yang meninggal dunia dimakamkan di tempat pemakaman umum”.

Ayat (2), “Dalam hal pemakaman Penghayat Kepercayaan ditolak di pemakaman umum yang berasal dari wakaf, pemerintah daerah menyediakan pemakaman umum”.

Ayat (3), “Lahan pemakaman umum sebagaimana dimaksudan pada ayat (2) dapat disediakan oleh Penghayat Kepercayaan; dan ayat (4), “Bupati/walikota memfasilitasi administrasi penggunaan lahan yang disediakan oleh Penghayat Kepercayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk menjadi pemakaman umum.”

“Pemerintah daerah harus menyediakan lahan pemakaman bagi penghayat, jika ditolak di pemakaman umum, dengan catatan ditolak pemakamannya dari tanah tanah wakaf. Jika lahan itu tanah negara, maka harus dimakamkan di TPU,” saran Anwar.

Setelah sempat ditolak, jenazah akhirnya terpaksa dikebumikan di pekarangan pribadi pada Senin pagi. Pengebumian dilakukan setelah jasad sempat terlantar hampir 11 jam. Jenazah meninggalkan satu suami dan empat anak.

Salah satu pemuka Penghayat Sapta Darma Brebes, Chalim membenarkan informasi tersebut. Menurut dia, Daodah meninggal karena sakit akut. Semasa hidupnya, Daodah adalah salah satu anggota Sapta Darma.

“Kami tak ada pilihan lain, selain menggunakan pekarangan sendiri. Karena kondisi warga sekitar yang tidak memungkinkan kami untuk memakaman di TPU setempat,” ujar Charlim, saat dihubungi Kompas.com dari Kota Semarang, siang tadi.

Dikatakan Chalim, sesuai adat kepercayaan Sapta Darma, orang yang meninggal harus segera dimakamkan secepatnya. Namun, sebelum hendak dimakamkan, jenazah tidak diberi izin untuk dimakamkan di tempat umum.

Pada pagi harinya, Ketua Kerohanian Sapta Darma sempat bernama Rakyo berinisiatif bertemu Kepala Desa Siandong, Taufik HS. Karena kondisi masih pagi, Rakyo tak bertemu Taufik, hingga berusaha menemui pejabat desa setempat atau lebe. Setelah bertemu lebe, Ketua Penghayat disarankan untuk menemui lagi kepala desa setempat.

“Pagi hari, Pak Rakyo berhasil menemui Pak Kades. Pak Rakyo minta kepala desa beri izin agar jenazah boleh dimakamkan di TPU,” ujar dia.

Namun, permintaan Rakyo, ujar Chalim, kandas lantaran kepala desa tidak mengizinkan jenazah dimakamkan di TPU. Karena ditolak, jenazah pun dimakamkan di pekarangan pribadi. “Kepala desa bilang, kalau TPU di Desa Siandong memang tempat pemakaman umum. Namun, umum bagi umat Islam. Selain umat Islam tak boleh dimakamkan di TPU ini,” tambah Chalim.

Dia pun menumpahkan kekesalannya itu. Sebagai tokoh penghayat, dia bingung harus mengadu kepada siapa untuk masalah demikian. Dia pun berharap agar ada solusi yang bisa diberikan untuk menyelesaikan persoalan ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Regional
Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Regional
Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com