Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tim Ahli Jerman Teliti Kerusakan Batu Relief Candi Borobudur

Kompas.com - 17/11/2014, 15:08 WIB
Kontributor Magelang, Ika Fitriana

Penulis


MAGELANG, KOMPAS.com – Pemerintah Republik Federal Jerman bekerjasama dengan UNESCO perwakilan Indonesia dan Balai Konservasi Borobudur (BKB) melakukan konservasi struktural dan penelitian terhadap kondisi terkini bebatuan Candi Borobudur. Tim ahli Jerman didatangkan dalam kegiatan konservasi tersebut.

Hans Leisen, Ketua Tim Ahli dari Jerman, menjelaskan kegiatan konservasi ini merupakan salah satu perhatian pemerintah Jerman dalam pelestarian satu warisan budaya dunia yang terletak di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, itu.

Sejak 2011, Jerman memang telah memberikan dukunangan baik berupa dana maupun tenaga ahli untuk melakukan berbagai kegiatan konservasi Candi Borobudur. Sedangkan untuk tahun 2014 ini, lanjut Hans, pihaknya akan focus melakukan pendekatan konservasi terhadap batu relief di dinding candi Borobudur.

Tim telah menetapkan sample penelitian pada dua bidang relief yang terletak di sisi selatan, lorong 1 Candi Borobudur.

“Pada dua relief ini kami akan melakukan penelitian dan pengamatan untuk mencari tahu penyebab sesungguhnya dari sejumlah masalah yang terjadi, antara lain kondisi batu relief yang diketahui sudah lapuk, mengelupas, berlubang, berubah warna dan sebagainya,” ungkap Hans, di sela kegiatan konservasi di Candi Borobobudur, Kabupaten Magelang, Senin (17/11/2014).

Hans memaparkan, tim terdiri dari tujuh anggota yang memiliki berbagai disiplin ilmu, seperti ahli Geologi yang akan fokus melakukan konservasi batu dan sisi geologi Borobudur serta ahli kimia yang akan mengamati berbagai reaksi kimia pada batu relief.

Pada kegiatan konservasi itu, tim akan melakukan pemeriksaan, identifikasi dan pemetaan kerusakan yang terjadi pada bebatuan relief saat ini. Sistem pemetaan dilakukan berdasarkan dokumen foto yang telah diambil pada kondisi semua relief-relief Borobudur pada musim hujan dan kemarau.

“Setelah kami amati ada perbedaan yang signifikan antara kondisi relief di musim hujan dan kemarau, yakni adanya rembesan air yang kami perkirakan menjadi faktor penyebab beberapa kerusakan seperti pengelupasan, penggaraman/kerak, lapisan kuning, lubang-lubang dan bintik (pustule) pada batu relief,” ucap Hans yang telah melakukan penelitian situs Angkor Wat di Thailand selama 20 tahun itu.

Esther von Plehwe-Leisen, salah satu anggota tim ahli Geologi Jerman, menjelaskan bahwa air yang merembes bisa saja mengandung berbagai mineral maupun zat-zat yang dapat menyebabkan kerusakan batu.

Untuk mengetahui kadar dan peresebaran air itu, kata Esther, pihaknya akan menggunakan sejumlah alat dengan gelombang mikro dan alat yang tidak merusak batu-batu candi.

“Dari penelitian ini diharapkan akan ditemukan solusi untuk memperbaiki sekaligus membuat system pencegahan terjadinya kerusakan pada batu-batu relief, sehingga kelestarian Candi Borobudur tetap terjaga,” ungkap Esther.

Upaya pencegahan rembesan air sebetulnya juga telah dilakukan oleh pihak BKB dengan program pemasangan lead di beberapa titik. Selain itu, system drainase di Candi Buddha terbesar itu juga akan diteliti.

Tahun lalu, tim dari Jerman juga sudah melakukan pengamatan system drainase dengan memasang kamera pada pipa drainase candi Borobudur.

Laily Prihatiningtyas, Direktur Utama PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan dan Ratu Boko, menyambut baik dengan langkah upaya konservasi yang dilakukan oleh Jerman dan UNESCO sebagai bentuk dukungan terhadap warisan budaya dunia itu. Menurut Tyas, konservasi sangat dibutuhkan demi melestarikan candi peninggalan raja-raja wangsa Syailendra itu untuk masa depan.

“Candi Borobudur mempunyai kekuatan untuk mengumpulkan orang-orang dari berbagai lapisan. Setiap tahun kami mempunyai komitmen untuk mendukung BKB dalam upaya dan berbagai kajian pelesatarian Candi Borobudur. Harapan kami Candi Borobudur terus lestari seingga terus dapat dinikmati masyarakat,” ujar Tyas.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com