Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sambut Sura, Warga di Banyuwangi Gelar Tradisi "Sapi-sapian"

Kompas.com - 25/10/2014, 23:04 WIB
Kontributor Banyuwangi, Ira Rachmawati

Penulis

BANYUWANGI, KOMPAS.com - Banyak cara warga merayakan tahun baru Islam yang dalam penanggalan Jawa dikenal sebagai bulan Sura. Salah satunya seperti yang dilakukan warga Desa Kenjo, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur.

Mereka menggelar tradisi "Sapi-sapian" dengan mengarak dua warga yang menggunakan kostum sapi berkeliling desa lengkap dengan alat bajaknya, Sabtu (25/10/2014). Mereka diiringi dengan petani yang membawa berbagai macam hasil bumi dari Desa Kenjo. Tradisi yang dilaksanakan tersebut murni dari swadaya masyarakat yang tinggal di sekitar 15 kilometer dari pusat Kota Banyuwangi.

"Ini merupakan salah satu cara kami untuk mengucapkan syukur atas semua yang sudah diberikan oleh Tuhan yang Maha Esa. Selain itu, tradisi Sapi-sapian merupakan tradisi turun temurun dari nenek moyang yang membuka desa ini," jelas Busairi, tokoh adat Desa Kenjo kepada Kompas.com, Sabtu (25/10/2014).

Ia menjelaskan, tradisi "Sapi-sapian" terakhir kali dilakukan pada tahun 1942 dan kembali lagi digelar dua tahun terakhir.

"Sengaja dilakukan kembali agar warga sini tahu cikal bakal desanya," tambah Busairi.

Kepada Kompas.com, ia menjelaskan, sekitar tahun 1700-an, tiga orang asal Bugis pertama kali membuka lahan di wilayah desa tersebut. Namun karena kesulitan air, maka mereka memilih lokasi lain di wilayah yang sekarang berada di Desa Kenjo.

"Setelah menemukan sumber air, mereka membuka lahan persawahan. Untuk membajak sawah, mereka menggunakan tenaga manusia. Dua orang menjadi sapi untuk menarik bajak dan satu orang lagi bagian memegang bajak," jelas Busairi.

Karena kelelahan, lalu mereka mencari binatang untuk membantu membajak dan hanya menemukan binatang sapi.

"Karena itulah warga sini semuanya lebih banyak memilih sapi untuk membajak sawah, bukan kerbau. Untuk mengenang leluhur yang sering kami sebut Mbah Daeng, maka kami mengadakan tradisi 'Sapi-sapian' seperti saat ini," tuturnya.

Dalam tradisi "Sapi-sapian" ini, masyarakat desa akan menyaksikan teatrikal cara bercocok tanam yang baik seperti memilih bibit, menyebar benih, membajak tanah, menghalau hama dan juga cara panen.

"Ini mengingatkan agar kita kembali ke alam, menggunakan pupuk alami dan memilih musim yang tepat, mulai tanam sampai panen. Serta bagaimana kita bersyukur atas berkah Tuhan," jelasnya.

Sementara itu, dalam tradisi tersebut juga dijelaskan bahwa nama Kenjo berasal dari Kunjo, dalam bahasa Using bermakna tempat air.

"Dibandingkan di wilayah lain, di desa ini airnya melimpah sehingga banyak yang mengambil air ke sini menggunakan Kunjo yang artinya tempat air, kemudian dikenal sebagai Desa Kenjo," jelasnya.

Ia mengatakan, tradisi "Sapi-sapian" sangat jarang diketahui oleh masyarat Banyuwangi, kecuali warga sekitar. Sarena selain di lokasi Desa Kenjo yang berada cukup terpencil, kegiatan tersebut juga tidak masuk ke agenda pariwisata Kabupaten Banyuwangi.

"Tapi masuk atau tidak pun dalam agenda, kami akan tetap melestarikannya," pungkas Busairi.

 
 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Regional
Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Regional
Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com