"Dari Boyolali berangkat naik bis jam 11 siang," ujar Sadiono (73) saat ditemui di Bangsal Srimanganti Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Jumat (24/10/2014) malam.
Sadiono mengungkapkan, ini adalah kali ketiga dirinya ikut menyambut Tahun Baru Jawa 1 Sura dengan berjalan mengelilingi Benteng Keraton Jogja. Awalnya ia diajak seorang teman, tetapi selanjutnya Sadiono datang dengan inisiatif sendiri.
"Ini kan tradisi, ya harus diuri-uri (dilestarikan). Saya ke sini untuk minta kesehatan dan keselamatan keluarga lewat tirakat bisu Mubeng Benteng," ujarnya.
Sadiono menuturkan, tirakatnya ini didasari pepatah dalam bahasa Jawa yang berbunyi "Ngelmu iku kalakone kanthi laku" atau lebih kurang bisa diartikan: segala sesuatu yang diinginkan akan tercapai dengan usaha. Karenanya, menurut Sadiono, berjalan kaki mengelilingi benteng tanpa berbicara adalah salah satu sarana.
"Tidak berbicara selama berjalan kaki berarti menenangkan diri, mawas diri, sekaligus memasrahkan diri. Dalam hening kita menyatukan hati dan pikiran berdoa meminta kepada Yang Mahakuasa agar diberikan kesehatan serta keselamatan," ujarnya.
"Selama saya masih kuat, setiap Satu Sura akan ke sini (Yogyakarta) ikut Mubeng Beteng," lanjut Sadiono.
Sudah menjadi tradisi, memasuki tahun baru Jawa 1 Sura, masyarakat Jawa tidak merayakan dengan pesta, tetapi memanfaatkan pergantian tahun untuk merenungkan kehidupan yang sudah dijalani. Ritual yang paling populer dilakukan masyarakat adalah Mubeng Beteng dalam hening alias tanpa bicara. Dalam keheningan itu, manusia menjadi satu dengan alam dan menjadi satu dengan Tuhan.
Dalam persatuan dengan Tuhan, manusia berharap diberi keselamatan. Itulah yang dicari Sadiono dan ribuan warga lainnya dalam langkah-langkah hening mengitari Benteng Keraton Yogyakarta.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.