Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lagu "Gendjer-gendjer", Siapa Penciptanya?

Kompas.com - 30/09/2014, 19:46 WIB
Kontributor Banyuwangi, Ira Rachmawati

Penulis

BANYUWANGI, KOMPAS.com — Gendjer-gendjer, nong kedokan pating keleler. Genjer-genjer, nong kedokan pating keleler. Ema'e thole teko-teko muputi genjer. Ema'e thole teko-teko muputi genjer. Oleh satenong mungkur sedot sing toleh-toleh. Gendjer-gendjer saiki wis digowo mulih.

Siapa yang tidak mengenal lagu "Gendjer-gendjer" yang sempat populer pada masa Orde Lama? Lagu tersebut semakin booming setelah dibawakan oleh Bing Slamet dan Lilis Suryani dan diputar di radio, sekitar tahun 1960. Namun sedikit yang tahu, jika lagu yang diidentikkan dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) tersebut diciptakan oleh Muhammad Arief, warga Kelurahan Temenggungan, Kabupaten Banyuwangi dengan menggunakan bahasa Osing (bahasa khas Banyuwangi).

"Lagu 'Gendjer-gendjer' ditulis oleh bapak saya tahun 1943 waktu zaman Jepang. Isinya tentang penderitaan masyarakat saat itu, yang harus makan genjer yang juga dijadikan makanan bebek. Ibu saya sering masak daun genjer karena memang saat itu bahan makanan tidak ada," urai Sinar Syamsi (61), anak Muhammad Arief, kepada Kompas.com, Selasa (30/9/2014).

Ia lalu mengambil tas plastik warna putih yang di dalamnya berisi tiga buku tulis dibungkus dengan kertas koran lusuh yang tintanya mulai memudar.

"Hanya ini yang bisa saya selamatkan saat rumah di Temenggungan dihancurkan pada 30 September 1965. Saya punguti di antara buku-buku lain yang berserak. Waktu itu saya masih kelas IV atau V SD," katanya dengan suara tertekan.

Ia mengaku tidak habis pikir kenapa ayahnya dicap sebagai komunis. "Bapak saya rajin beribadah. Bahasa Arabnya juga bagus. Dia beragama Islam yang taat," kata lelaki yang tinggal seorang diri di rumah warisan keluarganya di Kelurahan Singotrunan, Kabupaten Banyuwangi.

Syamsi bercerita, ayahnya adalah seorang petani yang suka memainkan angklung, alat musik pukul khas Banyuwangi, serta sering menciptakan lagu-lagu berbahasa Osing yang menceritakan keadaan masyarakat Banyuwangi saat itu.

"Ada ratusan lagu bapak yang ditulis di buku situ. Ada yang bahasa Indonesia, ada yang bahasa Osing. Kalau yang lain saya sudah tidak tahu," katanya sambil membuka buku milik ayahnya.

Tertara dalam buku tersebut judul-judul lagu yang dilengkapi dengan not, seperti "Indonesia Merdeka", "Ater-ater", "Selendang Kawung", "Adonan Sumping Glempangan", "Gunung Saren", "Kanti Repen", "Dermo", "Larang Picis", dan "Sekar Mawar". "Semuanya bapak yang mengarang," tambahnya.

Setelah Indonesia merdeka, Syamsi melanjutkan, ayahnya ikut organisasi Pesindo (Pemuda Sosialis Indonesia) yang dipimpin oleh Amir Sjarifudin, lalu berpindah ke Lembaga Kesenian Rakyat (Lekra).

"Tahun 1950, bapak masuk Lekra dan menjadi Ketua Bidang Kesenian. Tahun 1955, bapak diangkat sebagai anggota DPRD sebagai wakil seniman," ujarnya.

"Gendjer-gendjer" mulai populer

Ketika menjadi anggota Lekra, Muhammad Arief mendirikan grup Sri Muda, singkatan dari Seni Rakyat Indonesia Muda. Mereka berlatih musik di rumah Muhammad Arief di Kelurahan Temenggungan.

"Lewat grup Sri Muda ini, lagu 'Gendjer-gendjer' terkenal. Bapak sama grupnya sering diajak main di acara-acaranya PKI. Ke Surabaya, ke Jakarta, ke Semarang untuk bermain musik, salah satunya ya lagu 'Gendjer-gendjer'. Akhirnya lagu itu direkam oleh Irama Record di Jakarta dan menjadi lagu populer di radio dan televisi," kata Syamsi.

Syamsi menceritakan, setelah lagu "Gendjer-gendjer" populer, ayahnya banyak menciptakan lagu yang berkaitan dengan PKI, sesuai dengan pesanan Njoto, salah satu pejabat Lekra yang sempat singgah di Banyuwangi pada tahun 1962.

"Pak Njoto saat itu mau ke Bali dan mendengarkan lagu 'Gendjer-gendjer'. Ada beberapa lagu lain yang dibuat bapak, yang berkaitan dengan PKI, seperti 'Ganefo', '1 Mei', 'Mars Lekra', 'Harian Rakyat', dan 'Proklamasi'. Ada semua di buku itu," ujarnya.

Menurut Syamsi, sebelum rumahnya dihancurkan oleh massa, bapaknya baru tiba sekitar 5 hari di Banyuwangi untuk mengurus visa karena diajak untuk bermain musik di Negara Republik Rakyat China (RRC). Pada malam hari, bapaknya bercerita bahwa ia mendengar dari radio bahwa ada pembunuhan besar-besaran di Jakarta.

"Keesokan harinya sudah banyak orang berkumpul dari lapangan yang sekarang jadi Stadion Diponegoro, lalu ke timur melewati Taman Blambangan. Saat lewat depan rumah, massa langsung masuk ke dalam. Saya sama ibu melarikan diri," ujarnya.

Ketika membuka buku milik almarhum Muhammad Arief, Kompas.com menemukan lirik lagu "Gendjer-gendjer" dengan huruf warna merah. Di kanan atas terdapat gambar palu arit, lambang PKI saat itu. Tulisan tersebut bertanggal 19 Juli 1965.

"Kalau yang itu bukan bapak yang nulis, tetapi temannya. Itu ditulis lagi, direpro. Kalau tulisan bapak yang asli di buku kecil, dilengkapi dengan notnya," ujar Syamsi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Regional
Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Regional
Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com