Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nasihul Divonis TBC Usus, Makanan Keluar dari Perutnya yang Bolong

Kompas.com - 30/09/2014, 16:37 WIB
Kontributor Banyuwangi, Ira Rachmawati

Penulis

BANYUWANGI, KOMPAS.com — Nasihul Asfiya, pemuda kelahiran 22 tahun silam, tidak bisa beraktivitas seperti manusia normal pada umumnya. Kesehariannya banyak dihabiskan di atas tempat tidur rumah neneknya yang berada di Dusun Sukosari, Desa Paspan, Kecamatan Glagah, karena penyakit yang dideritanya.

Terlebih lagi, saat ini perut Nasihul berlubang pasca-operasi tahun 2011 lalu. "Dokter sempat memvonis terkena TBC usus," kata putra pertama KH Masturi dan almarhum Siti Maslahah ini saat ditemui, Selasa (30/9/2014).

Nasihul bercerita, penyakit tersebut ia derita sejak ia lulus dari madrasah aliyah, Blok Agung, Desa Karangdoro, Kecamatan Tegalsari. Saat itu, Nasihul juga menjadi santri di pondok pesantren.

"Mungkin karena saya sering puasa, makan tidak teratur, dan juga hidup tidak sehat. Namanya juga di pondokan. Tidur di lantai, mandi bareng-bareng. Awalnya, penyakitnya wasir. Jadi, susah sekali buang air besar," ujar Nasihul sambil berbaring di tempat tidur.

Karena penyakit Nasihul semakin parah, keluarga memutuskan membawanya ke salah satu rumah sakit swasta di Banyuwangi dan dijadwalkan untuk dioperasi. "Dokter waktu itu melakukan operasi untuk mengambil sampel usus untuk diuji di lab. Hasilnya, ternyata kena TBC usus. Kata paman saya, yang mendampingi operasi, usus saya sudah lengket dan lurus seperti triplek," kata Nasihul.

Setelah satu minggu di rawat di RS, Nasihul kembali pulang ke rumah, tetapi kondisinya semakin memburuk. Bekas operasinya basah karena ada cairan kuning yang merembes dari dalam perutnya.

"Sekitar lima hari di rumah, saya kembali ke rumah sakit untuk kontrol dan ternyata usus saya bocor. Perutnya dibuka lagi dan dokter menjahit ususnya. Ada hampir satu bulan di rumah sakit, akhirnya pulang karena keluarga sudah kehabisan biaya," kata dia.

Setelah pulang, luka jahitan tidak ditutup lagi karena luka tersebut terus mengeluarkan cairan. "Sejak tahun 2011 sampai sekarang, ya di rumah saja dirawat sendiri sama keluarga. Sesekali ke dokter. Ada yang menyarankan untuk operasi ke Surabaya. Tapi, sudah benar-benar tidak ada biaya," kata lelaki yang sudah terdaftar sebagai mahasiswa Pendidikan Agama Islam tersebut.

Nasihul juga beberapa kali melakukan pengobatan alternatif hingga ke Lumajang, Jember, dan Situbondo.

"Namun, tidak ada perkembangan. Bahkan, Nasihul sudah pernah koma dua kali. Satu waktu di rumah sakit, satu lagi di rumah. Keluarga sudah berkumpul untuk membacakan doa. Tidak menyangka dia bertahan sampai hari ini," ujar Hotijah, nenek Nasihul.

Makanan yang masuk, keluar lewat lubang di perut
Nasihul tinggal dengan neneknya, Hotijah. Ia mengaku, untuk biaya pengobatan, ia banyak dibantu oleh para kerabat. "Satu bulan lebih dari dua juta untuk beli kasa, salep, cairan infus. Kasa saja perlu 10 gulung, sedangkan cairan infus butuh dua dos untuk mencuci lubang di perut Nasihul. Sampai utang-utang pokoknya. Kalau total, sudah ratusan juta dari mulai ia sakit. Habis-habisan," kata Abdul Azis, salah satu paman Nasihul.

Bukan hanya lubang di perut, makanan yang masuk ke dalam tubuh Nasihul pun tidak bisa tercerna dengan baik. Setiap 5 sampai 10 menit setelah makan, makanan tersebut akan keluar dari lubang perut Nasihul. "Ya dibersihkan, terus diganti kasanya. Jadi, gizi yang masuk ke tubuh sedikit. Untuk makan, paling tidak tiga jam sekali," kata Abdul Azis.

Untuk buang air besar pun hanya berbentuk lendir tidak seperti manusia pada umumnya. "Sakit sih perih kalo dibersihkan, apalagi kalau makanan yang mengandung asam. Biasanya, habis makan enggak langsung dibersihkan, tunggu semuanya keluar dari lubang baru dibersihkan," kata Nasihul, sambil menunjukkan luka di perutnya, yang berada tepat di pusarnya.

Ia berharap segera bisa dioperasi di Surabaya. Namun, ia mengaku tidak tahu harus mencari dana dari mana. "Paman saya sudah banyak utang. Peninggalan dari almarhum ibu sudah habis. Ibu meninggal sejak saya umur 18 bulan. Bapak sudah menikah lagi. Saya sudah pasrah sama Tuhan," kata pemuda kelahiran 18 November 1992 itu.

Nasihul saat ini juga sudah memegang kartu BPJS untuk berobat, tetapi belum pernah digunakan. "Tidak tahu gimana pakainya. Katanya bisa dipakai kalau operasi di Surabaya, tapi masih harus nambah biaya lagi. Semoga saja pemerintah bisa membantu mencarikan jalan keluar," ujar Nasihul dengan suara lirih.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com