Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berebut Kursi dengan Ternak

Kompas.com - 07/09/2014, 23:33 WIB

”Meskipun kursi yang tersedia untuk 18 orang, jika berat badan mereka melebihi kapasitas, terpaksa harus ada yang mengalah,” kata Commercial Manager Aviastar Mandiri Petrus Budi Prasetyo.

Pilot Kapten Amrullah Hasyim kerap harus bertindak tegas terhadap penumpang yang memaksa membawa barang berlebih. Perlu pendekatan khusus untuk memberi pengertian kepada penumpang. ”Ada juga penumpang yang rela memasukkan anaknya ke dalam kardus, sementara dia menggendong babi di kursi penumpang. Saking sayangnya mereka dengan babi,” kata Amrullah.

Cerita serupa dialami Flight Operation Officer Aviastar Hendra Husain. Ada penumpang yang menggendong babinya di dalam kabin, sementara muatan sudah melebihi kapasitas. Kru pesawat berupaya membujuk dia agar bersedia meninggalkan babi itu. Namun, dia menolak. ”Begini saja, saya bayar satu tiket lagi asal dikasih duduk bersama babi saya,” kata Hendra menirukan penumpang itu.

Kadang kala, penumpang rute perintis di pedalaman itu bermuslihat untuk mendapat tiket gratis, mulai dari mengaku sebagai anggota ”ABRI” sampai mengaku ada anggota keluarganya meninggal. Namun, awak pesawat rata-rata hafal dengan cara-cara itu.

Menghadapi situasi seperti ini, pilot ataupun kru mengajak dialog. Meski akhirnya penerbangan telat 15 menit sampai satu jam, biasanya penumpang mengalah dan menuruti aturan pilot.

Amrullah pernah nyaris jantungan di Bandara Enarotali, Kabupaten Paniai, Papua. Saat menyalakan mesin pesawat, tiba-tiba datang seorang warga mendekati propeler. ”Untung ada kru yang kasih tahu dan saya segera mematikan mesin. Rupanya dia orang gila,” ujarnya.

Bandara-bandara kecil di pedalaman Papua mudah diterobos warga karena pagarnya dirusak. Warga biasa berdiri atau duduk-duduk di tepi landasan saat pesawat mendarat atau lepas landas. Ini tantangan tersendiri bagi pilot rute perintis.

Keterhubungan di timur

Selama tiga hari terbang, kami menyinggahi sembilan bandara kecil di wilayah timur Indonesia. Kami berangkat dari Ambon ke Banda Neira, Langgur, Saumlaki, Alor, Larantuka, Maumere, Ende, Waingapu, dan Tambolaka.

Di beberapa bandara, terlihat mencolok perbaikan fasilitas bandara. Di Bandara KS Tubun, Langgur, Kota Tual, warga tengah menikmati sensasi terbang. Mereka juga beramai-ramai mengantar sanak saudara yang akan bepergian. Maklum, bandara ini masih baru, belum genap empat bulan beroperasi.

Bahkan di Bandara Mathilda Batlayeri, Saumlaki, Maluku Tenggara Barat, menara air traffic control baru dibangun. Untuk sementara, pengawasan dilakukan dari lantai atas terminal bandara. Rute-rute penerbangan juga terus bertambah. Geliat pembangunan bandara itu memperterang cahaya keterhubungan wilayah timur Indonesia.

Namun, di Bandara Umbu Mehang Kunda, Waingapu, Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur, kami mendapat cerita pahit. Lampu bandara dirusak warga sehingga mengganggu penerbangan dan pendaratan pada malam hari.

Pelaksana Tugas Kepala Bandara Umbu Mehang Kunda Supriyono mengatakan, para vandal itu adalah pencari rumput di sekitar bandara yang sakit hati karena ditegur petugas. Padahal, petugas bandara menegur lantaran keselamatan pencari rumput terancam ketika ada pesawat mendarat atau lepas landas.

Kisah-kisah di atas itu mengawali keterhubungan Nusantara lewat pesawat perintis.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com