Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Punya Uang untuk Berobat, Fahmi Dibiarkan Kurus Kering

Kompas.com - 03/09/2014, 17:58 WIB
Kontributor Pamekasan, Taufiqurrahman

Penulis

PAMEKASAN, KOMPAS.com — Muhammad Fahmi (10), anak pertama dari pasangan suami istri Tohir (35) dan Khotim (27), warga Dusun Bungbaruh, Desa Kertagena Daja, Kecamatan Kadur, Pamekasan, Jawa Timur, tubuhnya dibiarkan kurus kering. Pasalnya, Tohir tidak punya uang untuk membiayai pengobatan dan perawatan anaknya.

Sehari-hari, Fahmi hanya dibiarkan telentang di beranda rumahnya. Sementara kedua orangtuanya bertani ke sawah untuk menyokong kehidupan keluarganya.

Kepada Kompas.com, Tohir menceritakan riwayat penyakit yang diderita anaknya. Sembilan tahun yang silam, saat Fahmi masih berusia setahun mengalami demam yang cukup tinggi. Fahmi diperiksa ke mantri desa yang biasa mengobati warga yang sakit. Namun, penanganan sang mantri tidak berhasil menurunkan demam Fahmi. Tohir kemudian membawanya berobat ke Puskesmas Kadur.

"Dokter di puskesmas menyatakan tidak mampu menanganinya sehingga saya disarankan untuk mengobati Fahmi ke Rumah Sakit Umum Daerah Pamekasan," kata Tohir, Rabu (3/9/2014).

Dengan mengantongi surat rujukan dari puskesmas, Tohir kemudian membawa Fahmi ke RSU dr Slamet Martodirjdo, Pamekasan. Namun, pihak rumah sakit menolaknya karena persyaratan administrasi sebagai pasien Jamkesmas tidak lengkap. Akhirnya Fahmi dibawa pulang dalam keadaan demam.

"Kalau tidak pakai Jamkesmas, saya tidak mampu membayar sewa kamar, membeli obat, dan perawatan dokternya," kata Tohir.

Saat dibawa pulang dari rumah sakit, Tohir bersama istrinya hanya pasrah terhadap nasib anaknya. Jika Tuhan masih ingin menyembuhkan penyakit anaknya, kata Tohir, maka walaupun tanpa pertolongan dokter, pasti sembuh. Dengan perawatan ala kadarnya, Fahmi dirawat oleh Tohir dan istrinya di rumah. Demam tingginya menurun secara perlahan. Bersamaan dengan itu, berat badan Fahmi terus menurun dan semakin kurus.

Tohir mengakui, menu makan Fahmi yang diberikan sehari-hari juga ala kadarnya. Beras putih dibuat bubur, dicampur dengan kuah sayur. Sebagai petani dan buruh serabutan, Tohir tidak mampu untuk membeli bubur yang bergizi untuk anaknya.

"Jangankan membeli bubur di toko, buat makan sehari-hari saja keluarga saya tak menentu. Kalau ada pekerjaan, baru dapat uang," keluhnya.

Seiring berjalannya waktu, Fahmi dirawat begitu saja oleh kedua orangtuanya. Anak yang seusia dengan Fahmi sudah masuk bangku sekolah dasar, sedangkan Fahmi, tubuhnya hanya tinggal tulang terbungkus kulit belaka. Fahmi juga sudah kebal dengan penyakit demam.

Khotim, ibu Fahmi, enggan membawa anaknya ke posyandu di desanya. Sebab, tidak pernah ada perkembangan terhadap kondisi tubuh Fahmi. Belum pernah ada aparat desa yang datang untuk membantu mengurus persyaratan administrasi agar bisa diobati melalui Jamkesmas.

Tohir yang juga lulusan madrasah ibtidaiyah (setara SD) tidak tahu bagaimana mengurus pengobatan melalui Jamkesmas. Sampai saat ini, menu makan Fahmi hanya nasi putih saja. Kalau sudah tidak punya beras putih, terkadang dicampur dengan beras jagung.

Bantuan beras miskin dari pemerintah tidak tetap diterimanya. Terkadang ada, terkadang tidak. Tohir sendiri mengaku sudah pasrah dengan kondisi anaknya saat ini. Kalaupun diobati, menurut dia, mustahil tubuh Fahmi akan tumbuh seperti anak seusianya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com