Warga sekitar pun mengaku merugi hingga ratusan juta rupuah. Agus misalnya, petani setempat ini mengatakan jika minggu ini dirinya berencana memanen sawah miliknya yang seluas delapan hektar. Tapi akibat genangan air itu niatnya pun harus diurungkan sambil menunggu musim panen tahun depan.
"Pertengahan bulan ini padi saya itu sudah waktunya dipanen, Pak. Tapi dengan kondisi genangan air yang sampai satu meter itu terpaksa kita gagal panen. Bagaimana tidak, seluruh areal persawahan terendam. Padi rusak parah dan tidak ada yang bisa diselamatkan," katanya, Selasa (17/6/2014).
Dia menambahkan, luapan air itu terjadi setiap tahun ketka musim hujan tiba.
“Biasanya kita masih sempat panen pak. Tapi ini air yang meluap lebih cepat dari perkiraan kami. Kalau kita mau berhitung, disini lebih 300 hektar sawah masyarakat. Dan semua itu gagal panen,” tambahnya.
Petani lain yang bernama Masluha juga mengungkapkan hal yang sama. Justru dirinya seharusnya memanen padinya hari ini.
“Jadwalku hari ini Pak karena semua padiku itu sudah kuning. Bahkan sebagian sudah kami potong kemarin sebagai awalan. Dan itu semua terendam tidak ada sedikit pun yang bisa diselamatkan,” tegasnya.
Di tempat terpisah, Kepala Desa Lamedai, Juhari mengatakan bahwa wilayahnya memang sudah menjadi langganan banjir. Hal ini diperparah dengan tidak berfungsinya saluran air dan terjadi pendangkalan sungai Oko-oko.
Bahkan, lanjut dia, setiap tahun para petani merugi sangat besar.
“Tahunan ini Pak, artinya kami ini langganan. Sudah ditinjau sama Pak Bupati kami yang baru dan dalam waktu dekat ini akan ada pengerukan sungai dan perbaikan saluran air supaya tahun depan tidak banjir lagi,” tutupnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.