Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mugiyono, Si Pengayuh Becak yang Jadikan Putrinya Wisudawati Terbaik

Kompas.com - 13/06/2014, 12:30 WIB
Dian Fath Risalah El Anshari

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Senyum bangga menghiasi raut wajah Mugiyono (51). Namun, sesekali ia juga tidak bisa menahan haru. Air mata Mugiyono menggenang tiap kali ditanyakan tentang Raeni (21), putri bungsunya.

Raeni telah membuat Mugiyono sangat bangga. Perempuan itu berhasil menjadi wisudawati terbaik Universitas Negeri Semarang dengan indeks prestasi kumulatif (IPK) 3,96. Terbayar sudah perjuangan Mugiyono yang mengayuh becak demi menyekolahkan anaknya itu.

Lagi-lagi, air mata kebahagiaan pun menetes kita Mugiyono bercerita soal perjuangannya menyekolahkan Raeni. Pria yang sehari-harinya mengayuh becak di Kendal, Jawa Tengah, tersebut tidak pernah membayangkan dapat mengantarkan putri kesayangannya tersebut hingga mengenakan kebaya lengkap dengan toga wisudanya.

Pensiun dini demi pesangon
Mugiyono mengaku, demi bisa menyekolahkan Raeni, ia rela mengajukan pensiun dini dari perusahaan kayu lapis. Maksudnya agar dia mendapatkan pesangon untuk modal kuliah Raeni. Dengan uang itu pula, Mugiyanto membeli laptop dan membayar uang kos, meski Raeni menerima beasiswa Bidikmisi.

"Waktu itu Raeni bilang harus punya laptop, saya bingung dapat uang sebanyak itu dari mana. Waktu itu mau pinjam di koperasi enggak bisa, terus mau gadai sertifikat tanah di bank juga tidak bisa, makanya saya mengajukan pensiun dini," tutur Mugiyono dengan mata berkaca-kaca.

Mugiyono menceritakan kisahnya ini saat ditemui di The East Building Mega Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (12/6/2014) kemarin. Dia mengatakan, uang pensiun yang diterimanya sebesar Rp 9 juta. Dia langsung membelikan laptop untuk Raeni dengan uang itu.

Sisanya sebesar Rp 800.000 digunakan untuk membeli becak. Kemudian, semenjak tahun 2010 itu ia beralih profesi menjadi pengayuh becak di Kelurahan Langenharjo, Kendal. Dalam sehari, dia bisa mengumpulkan uang antara Rp 10.000-Rp 50.000.

"Sempet bingung juga biasanya punya penghasilan tetap, padahal pengeluaran sehari-harinya tetap," ujarnya sambil tertawa.

Akibat tak mempunyai penghasilan tetap, Mugiyono pun berusaha mencari pekerjaan lain. Beruntung, dia ditawari bekerja sebagai penjaga malam di SMKN 1 Kendal dengan gaji Rp 450.000 per bulan.

Bangga
Sang anak, Raeni mengaku sangat bangga dengan ayah yang selalu mendukungnya tersebut. Awalnya ia pun sempat khawatir apakah bisa kuliah dengan penghasilan orangtuanya yang serba pas-pasan.

"Awal saya diterima di Unnes sempat khawatir sekali dan resah. Soalnya diterima di Unnes rasanya susah banget, apalagi waktu itu mahasiswa penerima Bidikmisi diwajibkan mempunyai laptop belum lagi ngekost," tutur gadis yang lahir pada tanggal 13 Januari 1993 tersebut.

Setelah memiliki laptop yang dibelikan ayahnya tersebut, ia memanfaatkan dengan maksimal. Dari laptop perjuangan ayahnya tersebut ia sering memenangi lomba penelitian-penelitian di kampus. "Setiap dapat tambahan tersebut saya sisihkan uangnya untuk ditabung," ucapnya.

Hidup dalam keterbatasan dalam keluarga dengan ekonomi pas-pasan, justru mendorong Raeni untuk membuktikan keunggulan dan prestasinya. Pada tahun 2013, dia sempat selama dua bulan mengajar akuntansi di sebuah sekolah asrama di Selangor, Malaysia.

"Pas kuliah saya bersama 15 teman lainnya PPL mengajar di sekolah asrama di Selangor, Malaysia. Kebetulan Unnes kerja sama Universiti Pendidikan Sultan Idris (Upsi)," kata dia.

Diledek
Dia pun mengaku sempat diledek oleh beberapa teman di kampus karena profesi ayahnya sebagai pengayuh becak. "Sering diledekin sih, dibilangnya, 'Ayo dong bawa becak ke sini (kampus)'. Akhirnya kemarin saya memenuhi permintaannya, datang ke wisuda dengan menggunakan becak," kata gadis yang saat ini masih menjadi asisten di laboratorium akuntansi di Unnes tersebut.

Selain untuk menunjukkan kepada teman-teman yang mengejeknya tersebut, ia juga ingin menginspirasikan kepada semua anak bangsa di Indonesia bahwa keterbatasan ekonomi bukanlah halangan untuk mendapatkan pendidikan.

"Justru dengan pendidikan bisa memutus rantai kemiskinan, walaupun orangtua saya hanya lulusan SD, saya dapat membuktikannya," ujar Raeni.

Gadis yang juga bercita-cita menjadi orangtua asuh ini terus menggantungkan cita-citanya setinggi langit. “Saya ingin melanjutkan kuliah lagi. Penginnya melanjutkan (kuliah) ke Inggris. Ya, kalau ada beasiswa lagi,” ujarnya sambil tersenyum.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com