Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Becce, Wanita "Tertua di Dunia" Bertahan Hidup dengan Berjualan Mi Instan

Kompas.com - 11/06/2014, 11:14 WIB
Kontributor Balikpapan, Dani Julius

Penulis

BALIKPAPAN, KOMPAS.com — Wanita renta ini mengaku telah menapaki usia 120 tahun. Lebih dari satu abad. Becce, wanita berdarah suku Mandar asal Sulawesi Selatan ini mengaku, perjalanan panjang hidupnya sudah melewati kejamnya masa-masa penjajahan Belanda dan Jepang.

Ditemui di antara rumah-rumah kayu di atas laut di Kampung Baru, Balikpapan, Kalimantan Timur, Becce saat itu sedang berjualan mi instan. “120-an. Aku sudah bosan dengan hidup yang panjang,” kata Becce dalam sebuah wawancara dengan seorang kontributor media asing.

Suaranya boleh saja lamat-lamat, tetapi cukup jelas terdengar meski bercampur aksen Mandar. Bagi orang-orang Sulawesi Selatan, Becce diartikan sebagai anak perempuan.

Dalam usia rentanya, Becce tampak kurus dengan kulit hanya membalut tulang. Rambutnya putih dan menipis sehingga menonjolkan kulit kepalanya yang berwarna merah bata. Seluruh kulit tubuhnya keriput dalam. Giginya sudah tanggal semua.

Belum lagi soal berjalan, Becce memang sudah tidak normal berjalan. Ia harus merayap atau berjalan sambil duduk dengan bertumpu pada dua tangan dan pinggulnya saja.

Kendati begitu, penglihatan dan pendengarannya terbilang baik. Ia cukup awas melihat sekitarnya. Belum lagi daya ingat untuk wanita serenta Becce pun terbilang baik. “(Dua mi) empat ribu,” katanya seraya menerima dua lembar uang Rp 1.000 dan satu Rp 2.000. Mengamati sejenak tiga lembar uang itu, lalu dia memasukkannya ke dalam pundi-pundi.

Becce menjalani hari-harinya seperti warga biasa, makan dua hingga tiga kali dalam satu hari, tidur teratur pada malam hari, mendapat hiburan hanya dari televisi, dan menghabiskan waktu seharian duduk menjaga warung ala kadarnya sambil menatap lalu lalang orang di depan rumahnya.

Ia menempati sebuah rumah dinding papan di perkampungan di pinggir laut. Ia menjalani kehidupan ditemani Jaliyah (60 tahun), salah seorang anaknya yang masih tersisa.

Kehidupan mereka hanya ditopang dengan berjualan mi instan dan minyak goreng curah. Selebihnya, mereka mengandalkan bantuan pemerintah setempat bagi keluarga miskin (gakin) berupa dana bulanan, beras, hingga perobatan.

Kampung tempatnya tinggal juga berdiam mulai dari cucu, cicit, bahkan hingga cucu dari beberapa cicitnya. Mereka hidup saling bertetangga dan beranak pinak. Sayangnya, Becce sudah hampir tidak ingat lagi silsilah secara pasti keluarga besarnya.

13 anak dan tujuh generasi
Pengakuan usia yang menapaki 120 tahun tidak datang hanya dari mulut Becce. Semua orang kampung di tempatnya tinggal mengungkap hal serupa. Beberapa orang meyakini bahwa Becce nyaris berusia 1,5 abad.

“Kakek saya (suami Becce) meninggal di umur 125 tahun pada 1986. Saat itu saya masih anak-anak. Saat itu, nenek tua ini sudah terlihat tua sekali sampai sekarang,” kata Usman (37), salah seorang cicit dari Becce.

Dalam pengakuan dari sejumlah kerabat di sekeliling rumah Becce, wanita ini mengalami dua kali perkawinan. Becce memperoleh delapan orang anak dari perkawinan pertama di sebuah daerah yang kini disebut Polewali Mamasa (Polmas).

“Kita tidak pernah tahu (kabar) anak-anak Becce itu. Semua di Sulawesi sana. Kami (kelahiran) dari sini,” kata Jaliyah (60), satu dari dua anak Becce yang kini masih tersisa.

Kemudian Becce kembali menikahi putra daerah setempat. Bersama pria ini, keduanya menyeberang ke Balikpapan. “Melarikan diri ke Balikpapan karena di sana disuruh kerja paksa melubangi gunung. Lakinya (suami dari Becce) ganti nama Bacing. Artinya benci. Benci keadaan yang pernah dialami di masa lalunya di kampung halamannya,” kata Usman.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com