Dia mengatakan, babinsa merupakan ujung tombak pembinaan teritorial sesuai doktrin pertahanan yang diatur oleh Undang-Undang Dasar 1945.
"Silakan dilanjutkan pembinaan teritorial. Tetap mapping area dibutuhkan sesuai doktrin pertahanan rakyat semesta, jangan ragu. Panglima bertanggung jawab sepenuhnya," ungkapnya di Kendari, Selasa (10/6/2014).
Jika ada orang yang menolak kehadiran babinsa, menurut Moeldoko, itu dilatarbelakangi ketidaktahuan warga soal kepentingan pembinaan teritorial.
"Doktrin pertahanan rakyat semesta sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 adalah kewajiban setiap warga negara untuk membela Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)," katanya.
Menurut dia, yang terjadi di lapangan, babinsa keliru melakukan transfer informasi kepada warga sehingga menimbulkan persepsi bahwa yang bersangkutan mengarahkan warga untuk memilih salah satu pasangan calon presiden.
"Tidak benar oknum babinsa mengarahkan, memaksa warga untuk memiliki pasangan calon presiden dan wakil presiden tertentu. Hanya saja, pembinaan yang dilakukan babinsa saat itu di waktu yang tidak tepat," kata Moeldoko.
"Pembinaan teritorial semata-mata untuk membantu pemerintah daerah dan masyarakat menuju penyelenggaraan pembangunan dan sosial kemasyarakatan yang lebih baik," ujarnya kemudian.
Sebelumnya, pada Minggu pagi, TNI AD mengeluarkan siaran pers hasil penyelidikan tim gabungan dari Kodam Jaya terkait kasus dugaan adanya anggota babinsa yang mengarahkan masyarakat untuk memilih capres tertentu di Jakarta Pusat.
Anggota babinsa Kopral Satu Rusfandi dan Komandan Resimen Militer Kapten Infanteri Saliman mendapatkan sanksi. Koptu Rusfandi terbukti melakukan pendataan pilihan warga di daerah Cideng, Jakarta Pusat, beberapa hari lalu. Koptu Rusfandi juga terbukti berusaha mendapatkan konfirmasi dengan cara menunjuk capres-cawapres nomor urut 1, Prabowo Subianto–Hatta Rajasa.
Dari hasil penyelidikan, diketahui tindakan Koptu Rusfandi merupakan inisiatif sendiri dan lebih disebabkan oleh ketidaktahuannya tentang tugas-tugas babinsa. Dia dikenakan penahanan 21 hari dan memberikan sanksi tambahan berupa sanksi administratif penundaan pangkat selama 3 periode (18 bulan).
Selain itu, penyelidikan Kodam Jaya menemukan bahwa Komandan Resimen Militer Gambir Kapten Inf Saliman, sebagai atasan langsung Koptu Rusfandi, juga dinilai tidak melaksanakan tugasnya secara profesional dan tidak memahami tugas kewajibannya.
Kapten Inf Saliman dinyatakan bersalah melakukan pelanggaran disiplin dan memberikan hukuman teguran, termasuk sanksi tambahan berupa sanksi administratif penundaan pangkat selama satu periode (6 bulan).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.