Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 09/06/2014, 20:27 WIB
Kontributor Ambon, Rahmat Rahman Patty

Penulis


AMBON, KOMPAS.com — Panglima TNI Jenderal Moeldoko menyatakan, bocornya Surat Keputusan Dewan Kehormatan Perwira (DKP) yang saat ini menjadi perbincangan publik bukan menjadi kewenangannya.

"Itu bukan domain Panglima TNI," ungkap Moeldoko kepada sejumlah wartawan saat memberikan keterangan pers di Bandara Pattimura, Ambon, Senin (9/6/2014).

Menurut dia, soal bocornya surat DKP tersebut nantinya akan ditangani, tetapi bukan oleh dirinya. Dia mengungkapkan jika persoalan tersebut merupakan urusan politik sehingga dia tidak akan masuk ke ranah politik.

"Soal DKP itu nanti ada yang menanganinya. Ini urusan politik dan Panglima TNI tidak mau masuk ke konteks politik, nanti Panglima TNI menjadi terseret ke ranah politik," ungkapnya.

Dalam kesempatan itu, Moeldoko kembali menegaskan bahwa prajurit TNI tidak akan terlibat dalam pemilu presiden dan wakil presiden yang akan digelar Juli mendatang. "Prajurit TNI tidak akan terlibat dan memihak," ujar Moeldoko.

Panglima TNI bersama Kapolri Jenderal Sutarman tiba di Bandara Pattimura, Ambon, dengan menggunakan pesawat khusus pada Senin petang. Kedua pucuk pimpinan TNI dan Polri ini datang ke Ambon dalam rangka kunjungan kerja untuk memantau kesiapan tahapan pemilu presiden dan wakil presiden di Maluku.

Surat yang disebut sebagai keputusan DKP itu beredar luas di media sosial. Dalam surat tersebut tertulis bahwa keputusan DKP dibuat pada 21 Agustus 1998. Dalam dokumen yang beredar, surat berklasifikasi rahasia itu ditandatangani para petinggi TNI kala itu, di antaranya Subagyo HS sebagai Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD), Susilo Bambang Yudhoyono, Agum Gumelar, Djamari Chaniago, Ari J Kumaat, Fahrul Razi, dan Yusuf Kartanegara.

Dalam empat lembar surat itu tertulis pertimbangan atas berbagai pelanggaran yang dilakukan Prabowo. Tindakan Prabowo disebut tidak layak terjadi dalam kehidupan prajurit dan kehidupan perwira TNI. Tindakan Prabowo juga disebut merugikan kehormatan Kopassus, TNI-AD, ABRI, bangsa, dan negara.

"Sesuai dengan hal-hal tersebut di atas, maka Perwira Terperiksa atas nama Letnan Jenderal Prabowo Subianto disarankan dijatuhkan hukum administrasi berupa pemberhentian dari dinas keprajuritan." Demikian isi surat tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com