Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dua Bocah Berjuang Hidupi Ibunya yang Lumpuh

Kompas.com - 28/05/2014, 10:33 WIB
Kontributor Polewali, Junaedi

Penulis


POLEWALI MANDAR, KOMPAS.com —
Rutinitas Ayu Ramayanti (13) dan Hafid (10), dua bocah warga Kelurahan Bumiayu, Kecamatan Wonomulyo, Polewali Mandar, Sulawesi Barat, sangat berbeda dengan kegiatan bocah-bocah lain seusianya. 

Sebelum berangkat ke sekolah, keduanya membantu menyiapkan berbagai kebutuhan hidup sang ibu, Appung (37), yang menderita lumpuh sejak dua tahun terakhir. Mereka mengurus sang ibu saat mandi, buang air, memasak, dan menyuapinya.

Setiap hari pula, Ayu dan Hafid tak lupa memijat-mijat kaki dan tangan ibunya. Mereka berharap saraf-saraf di kaki dan tangan ibunya bisa berfungsi kembali sehingga sang ibu bisa kembali sehat. 

Akibat kesibukan itu, keduanya kerap terlambat ke sekolah. Tak jarang, pada jam istirahat, mereka harus pulang menjenguk dan membantu keperluan ibunya.

Pada hari Sabtu, Ayu dan Hafid bahkan kerap tak pergi ke sekolah karena harus mengantar ibunya menjalani terapi di sebuh puskesmas. "Saya sering merasa kelelahan dan sudah berkali-kali saya minta berhenti sekolah, tapi tak diizinkan kepala sekolah. Mereka meminta saya tetap ke sekolah meski sering bolos atau tidak ke sekolah karena sibuk mengurus keperluan ibu," ujar Ayu sambil menangis.

"Belum lagi saya masih harus bekerja berjualan di warung agar bisa menghidupi ibu saya," ujar Ayu lagi.

Ayu pun memang menjadi tulang punggung untuk mencari nafkah bagi keluarganya ini. Profesi sebagai pedagang kaki lima dilakoni Ayu setelah pulang sekolah. Mulai pukul 16.00 sampai pukul 22.00, dia bekerja sebagai penunggu lapak sate. Ayu menerima upah Rp 10.000-Rp 15.000 per hari, tergantung ramai tidaknya warung. 

Profesi ini ditekuni Ayu sejak masih kelas IV SD. Kini Ayu tercatat sebagai murid di SMPN 1 Wonomulyo. Sementara itu, Hafid yang baru kelas IV SD di Wonomulyo kerap menjadi tukang cuci mobil dengan upah Rp 5.000 per hari. 

Simpati
Para guru dan siswa yang bersimpati dengan kehidupan keluarga Ayu pun bergotong royong menghimpun sumbangan di kalangan guru dan siswa secara patungan hingga terkumpul dana sebesar Rp 3 juta.

Dana ini separuhnya digunakan untuk biaya kontrakan rumah, selebihnya untuk biaya hidup keluarga Ayu.

Appung hanya bisa meneteskan air mata ketika rumah kontrakannya dikunjungi warga dan tetangga. Appung mengaku sudah empat kali pindah rumah dan menumpang di rumah warga sejak dua tahun terakhir karena tak punya rumah.

Suaminya, Sumarman, menghilang dan meninggalkan Appung dan dua anaknya saat keluarga kecil ini sedang tak berdaya. "Saya bingung dalam kondisi lumpuh dan tak berdaya seperti ini anak-anak saya masih kecil. Hidup saya kini tergantung pada Ayu. Saya sedih Ayu sering minta berhenti sekolah karena tak bisa menjalani semuanya. Saya juga tak bisa memaksa karena saya cuma berharap satu-satunya kepada Ayu," ujar Appung.

Misna Rasyid, salah seorang warga yang bersimpati dengan keluarga Appung, mengaku sedih melihat kehidupan Appung dan keluarganya. Dia pun tak henti-hentinnya menggugah warga dan siapa saja agar bisa turut meringankan beban hidup keluarga Appung.

Misna juga berharap pemerintah bisa meringankan beban keluarga ini. "Saya sebagai tetangga merasa prihatin. Bukan hanya Appung yang lumpuh terancam masa depannya, melainkan juga kedua anaknya yang masih kecil kini dipaksa menjadi dewasa sebelum waktunya," ujar Misna.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com