Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Korupsi Jalan, Aktivis Anti-korupsi Dihukum 17 Bulan Penjara

Kompas.com - 22/05/2014, 18:50 WIB
Kontributor Semarang, Nazar Nurdin

Penulis


SEMARANG, KOMPAS.com – Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang menjatuhkan vonis satu tahun dan lima bulan penjara kepada Budi Raharjo, salah seorang Pegawai Negeri Sipil di Kabupaten Jepara yang tersangkut kasus korupsi pembangunan jalan dan saluran di tiga tempat di Kabupaten Jepara.

Hakim juga menjatuhkan denda Rp 50 juta atau setara dua bulan kurungan. Budi Rahardjo tersangkut kasus jalan lantaran duduk sebagai pengawas proyek. Dia didakwa tidak mengawasi jalannya pengerjaan proyek sehingga jalan pada tiga proyek itu tidak sesuai dengan Rancangan Anggaran Biaya (RAB).

Ada tiga tempat yang dibangun dengan anggaran Rp 900 juta dari alokasi APBD Pemprov Jawa Tengah tahun 2012. Tiga tempat itu antara lain Desa Welahan, Kecamatan Welahan dan Desa Sidialit serta Desa Bantong, Kecamatan Batealit.

Hakim pada putusannya menyimpulkan bahwa antara terdakwa dengan para terdakwa lain telah terjadi kerja sama untuk melakukan penyimpangan. Hal yang kentara adalah terdakwa Budi telah menandatangani berkas proyek yang sebetulnya bermasalah. Pengerjaan untuk jalur itu dilakukan oleh CV Jujur Jaya Mandiri.

“Menyatakan terdakwa secara sah telah turut serta melakukan perbuatan korupsi secara bersama-sama sebagimana dalam dakwaan subsider Pasal 3 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dan diganti menjadi UU Nomor 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP,” kata hakim Suyadi membacakan putusan, Kamis (22/5/2014).

Budi sendiri mengaku sejak masa mahasiswa hingga menjadi PNS adalah aktivis yang menentang tindak pidana korupsi. Untuk itu, dalam perkara ini dirinya merasa terpukul. Bukan hanya dia, melainkan juga keluarga besarnya.

Pada pembelaanya, misalnya, terdakwa Budi mengklaim memiliki semangat reformasi yang tinggi dan masih muda. Akibat kasus ini, dia dan keluarganya merasa terhukum secara langsung di masyarakat.

Namun, alasan Budi itu tidak diterima hakim. Hakim Suyadi mengatakan alasan yang digunakan itu sebagai alasan pembenar, di mana tidak bisa dijadikan alasan untuk menghapus tindak pidana.

“Majelis hakim secara sah dan yakin akan dakwaan yang didakwakan terdakwa. Bahwa apa yang disampaikan terdakwa itu bukan masuk alasan pembenar atau pemaaf untuk bisa membebaskan dari jeratan hukum. Untuk itu, terdakwa harus tetap dihukum,” ujarnya.

Putusan ini mempertimbangkan beberapa hal. Tindakan terdakwa yang merasa tidak bersalah menjadi pertimbangan pemberat. Sementara unsur mempunyai tanggungan keluarga dan belum pernah dihukum menjadi hal peringan. Kedua belah pihak pun masih bimbang atas putusan hakim.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com