Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Petani Sumowono "Tangkap Kabut" untuk Sirami Tanaman

Kompas.com - 21/04/2014, 08:26 WIB
Kontributor Ungaran, Syahrul Munir

Penulis

AMBARAWA, KOMPAS.com - Pada umumnya dataran tinggi identik dengan wilayah yang kaya air, namun tidak demikian di Dusun Ngoho, Desa Kemitir, Kecamatan Sumowono, Kabupaten Semarang.

Wilayah dengan ketinggian 1.600 meter di atas permukaan laut (mdpl) itu selama ini menghadapi masalah kekeringan permanen setiap musim kemarau.

Sebuah teknologi pemanen kabut atau fog harvesting akan diterapkan secara masif di wilayah ini mengingat potensi kabutnya yang sangat tinggi.

Tim dari Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM) Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Minggu (20/4/2014) memasang alat pemanen kabut ini menggaantikan alat yang sama yang telah dipasang tahun lalu.

Instalasi pemanen kabut yang baru tersebut memiliki bentang paranet (jala plastik) delapan meter, mengantikan alat lama yang hanya mempunyai bentang 1x1 meter.

"Luas penangkap kabut yang digunakan sebagai uji sebelumnya hanya 1x1 meter mampu menangkap kabut dan menghasilkan air hingga 3 liter per hari. Namun dengan pemasangan paranet yang lebih panjang dan lebih besar diharapkan tangkapan uap air akan bertambah. Dari hitung-hitungan kami bisa lebih dari 14 liter untuk keperluan pertanian," kata Ketua Tim PKM Adopsi Teknologi Pemanen Kabut UGM, Vianita Meiranti Yogamitria.

Pemanen kabut, kata Vanita, merupakan teknologi inovatif yang mampu menangkap dan mengumpulkan air dalam kabut, sehingga bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, utamanya di bidang pertanian.

Sementara dalam pemasangan alat pemanen kabut yang baru ini pihaknya akan mengombinasikannya dengan alat fertigasi tetes.

"Teknik fertigasi tetes adalah salah satu teknik irigasi tetes yang lebih efisien dan lebih mudah dijangkau masyarakat, murah dan mudah dibuat karena modelnya yang sederhana, namun cukup ampuh dalam mengonversi kabut menjadi siap pakai," ungkap Vianita Meiranti.

Vianita Meiranti bersama empat mahasiswa dari berbagai disiplin ilmu lainnya --di antaranya Sarjono (Jurusan Ilmu Tanah), Musofa dan Puji Utomo (Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan), serta Nur Sayyidah Azzahra (Jurusan Penyuluh Komunikasi Pertanian) UGM, merasa tertarik mengembangkan teknologi tepat guna ini menyusul ada informasi bila petani di Desa Kemitir, Sumowono yang selalu kesulitan air pada Juli hingga Oktober.

Dari hasil kajian yang dilakukan, diketahui bila wilayah Kemitir termasuk daerah dominan kabut meski siang hari. "Alat dan bahan yang digunakan sangat sederhana, antara lain jaring paranet, drum, bambu, pipa paralon, selagng dan infus untuk alat fertigasi tetes. Pengaliran air menggunakan sistem grafitasi," papar Vianita Meiranti.

Melihat hasil capaian yang dilakukan oleh mahasiswa UGM tersebut, Kepala Desa Kemitir, Puji Utomo mengaku menyambut baik dan berencana akan menyampaikan kepada warga yang mayoritas bermata pencaharian sebagai petani sayur.

"Komoditas yang dibudidayakan petani di Ngoho ini adalah tanaman padi dan sayuran. akan terapi kami tidak bisa menanam ketika kemarau datang. Kami sangat membutuhkan bantuan pemerintah untuk pemasangan alat dengan jumlah yang lebih banyak dan luas penangkap kabut yang lebih besar agar masalah gagal panen akibat kekurangan air dapat diatasi," ungkap Puji Utomo sambil menyebutkan jumlah petani didesanya mencapai 400 orang.

Sementara itu, salah satu petugas fungsional penyuluh pertanian dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Tengah, Agus Sutanto mengaku berjanji akan mengadopsikan pengembangan teknologi mahasiswa UGM tersebut ke wilayah yang kekeringan, namun mempunyai potensi tangkapan kabut yang tinggi.

"Kami menyambut baik dengan penerapan teknologi ini. Kami akan ujicobakan di tempat lainnya di Jawa Tengah," ujar Agus.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com