Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Korupsi Obat, Mantan Direktur RS Paru Divonis 2 Tahun

Kompas.com - 13/03/2014, 18:24 WIB
Kontributor Semarang, Nazar Nurdin

Penulis


SEMARANG, KOMPAS.com - Mantan Direktur Rumah Sakit Paru, Kota Salatiga, Jawa Tengah, dr Herry Budi Waluya divonis bersalah terkait pengelolaan rumah sakit setempat.

Dia dihukum penjara dua tahun dan denda Rp 50 juta subsider dua bulan kurungan. Putusan dibacakan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang yang dipimpin hakim Suyadi didampingi dua hakim anggota Marsidin Nawawi dan Robert Pasaribu, Kamis (13/3/2014).

“Menyatakan terdakwa Heru bersalah karena turut serta melakukan korupsi secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan subsider kesatu jaksa,” ujar Suyadi membacakan amar putusan.

Dakwaan subsider dimaksud adalah Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan diganti menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Hakim menyatakan, Herry telah mengakui segala perbuatan buruknya berkaitan dengan pengadaan obat-obatan dan peralatan medis habis pakai tahun 2009. Dia juga bersedia bertanggung jawab atas tindakan dirinya beserta Wiratno, mantan Kepala Instansi Farmasi Rumah sakit setempat hingga merugikan keuangan negara sebesar Rp 766 juta.

Hingga naik ke penuntutan, pengembalian keuangan negara baru dilakukan sebesar Rp 306 juta. Meski begitu, hanya Rp 54 juta yang diterima langsung oleh terdakwa dan uang tersebut sudah dikembalikan seluruhnya. Sehingga, kewajiban membayar biaya pengganti kerugian negara, menurut hakim, sudah pupus.

Rumah Sakit Paru sendiri adalah rumah sakit khusus kelas A yang berada langsung di bawah Kementerian Kesehatan. Belakangan, namanya berubah menjadi Rumah Sakit Paru Dr Ario Wirawan (RSPAW) Salatiga.

Dana untuk pengadaan obat tersebut dianggarkan melalui APBN Pusat senilai 11,8 miliar. Terdakwa juga diketahui telah mengizinkan pemesanan obat-obatan di luar ketentuan yang berlaku, serta membubuhkan tanda tangan atas pemesanan itu. Padahal, hal demikian tidak diperbolehkan. Harry beralasan pemesanan tersebut sudah lazim terjadi pada rumah sakit lainnya.

“Setelah itu, terdakwa menerima diskon dari PT Pertiwi. Sehingga, jelas terdakwa terbukti telah turut serta melakukan korupsi sebagaimana peran turut serta pada Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP,” timpal Suyadi.

Putusan dua tahun tersebut mempertimbangkan karena pelaku sopan, mengaku, menyesali perbuatannya, dan mengembalikan uang hasil korupsi. Sementara unsur pemberat lantaran perbuatan korupsi telah merusak bangsa Indonesia.

Atas hal ini, terdakwa Haryy beserta Penasehat Hukumnya, Heru Wismanto masih belum menimbang langkah terbaik. Hingga sedang selesai, terdakwa meminta waktu untuk berpikir terlebih dulu.

Dalam berkas terpisah, terdakwa Wiratno juga dihukum dua tahun penjara. Namun, Wiranto menyatakan menerima putusan hakim.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com