Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mereka yang Harus Bertahan di Tengah-tengah Kabut Asap

Kompas.com - 13/03/2014, 17:17 WIB

RIAU, KOMPAS.com - Hari-hari ini, Audina (18), siswi kelas XII SMA Perguruan Witama, Pekanbaru, Riau, dan rekan-rekannya di kota itu seharusnya mendapat bimbingan khusus dari guru menjelang ujian akhir sekolah pada Senin (17/3). Namun, kabut asap pekat memaksa mereka harus libur.

"Menurut rencana, ujian akhir sekolah (UAS) dilaksanakan Senin, tetapi sampai sekarang sekolah belum mendapatkan kepastian mengenai jadwalnya. Guru mengatakan, mereka masih menunggu arahan dari Dinas Pendidikan Kota Pekanbaru. Ada kemungkinan UAS akan diundur,” ujar Audina, Rabu (12/3/2014).

Meskipun belajar di rumah, tak berarti mereka bisa bebas dari "serbuan" asap. "Semua pintu, jendela, dan lubang angin memang sudah ditutup, tetapi asap bisa menyusup ke dalam rumah, kecuali jika AC (air conditioner) dinyalakan," kata Audina.

Selain Pekanbaru, yang meliburkan semua sekolah mulai Senin hingga Kamis (13/3/2014), sejumlah kabupaten lain di Riau juga meliburkan siswa-siswinya. Bahkan, kebijakan itu juga ditiru perguruan tinggi di Pekanbaru, antara lain Universitas Riau dan Universitas Islam Riau.

Bupati Siak Syamsuar, saat dihubungi, membenarkan, selain wilayahnya, ada empat kabupaten lain yang meliburkan siswanya, yaitu Kampar, Rokan Hulu, Pelalawan, dan Kuantan Singingi. Di Kota Dumai dan Bagansiapi-api, kepala dinas pendidikan setempat juga meliburkan sekolah meskipun terbatas pada tingkat taman kanak-kanak hingga kelas III sekolah dasar.

"Kondisi kabut asap di Siak sejak beberapa hari terakhir ini sudah sangat berbahaya untuk kesehatan. Karena itu, saya meliburkan mereka agar tak terkena ISPA (infeksi saluran pernapasan akut)," ujar Syamsuar.

Syamsuar mengatakan, siswa kelas XII SMA tetap masuk karena akan menghadapi UAS. "Mereka masuknya lebih siang, pukul 09.00. Harapannya, kabut asap bisa menipis," katanya.

Tak tahu ke mana

Audina hanya salah seorang dari 5 juta warga Riau yang kini tak tahu ke mana lagi harus mengadu. Di balik daya tahan mereka menghadapi bencana yang setiap tahun terus terjadi, siapa yang tak kehilangan kesabaran?

Kesabaran mereka tentu menipis akibat terkikis asap yang mencemari seperti tak habis-habisnya. Apalagi ketika terjadi kematian yang diduga akibat banyak menghirup asap di lokasi pembakaran hutan.

Misalnya, yang terjadi pada Muhammad Adli (63), petani asal Kelurahan Kampung Baru, Kecamatan Tanjung Pinang Barat, Kabupaten Meranti, Riau. Ia ditemukan tak bernyawa di dekat kebunnya yang dipenuhi asap sangat pekat di dekat lokasi pembakaran hutan.

Begitu juga Nasib Asli (41), warga Desa Rantau Baru, Kecamatan Pangkalan Kerinci, Kabupaten Pelalawan, Riau. Penyakit paru-paru kronis petani berputra dua itu semakin parah karena fungsi pernapasannya tak mampu lagi menahan ”gempuran” asap yang membahayakan kesehatan manusia.

Nayaka (2), putri pasangan Muhammad Said (31) dan Rika (27), pekan lalu, menderita demam berkepanjangan. Awalnya Said menganggap putrinya demam biasa. Namun, setelah dibawa ke dokter, Nayaka didiagnosis terkena ISPA. Penyakit tersebut sudah menyebar jauh ke seluruh penjuru Riau. Ribuan "Nayaka" lain kini menderita penyakit yang sama akibat paparan asap.

Menurut Azizman Saad, dokter spesialis paru di Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad, Pekanbaru, akibat terpapar asap, dalam 10 tahun mendatang terjadi ledakan penyakit paru-paru di Riau.

Berdasarkan catatan Dinas Kesehatan Riau, hingga Senin (10/3) tercatat 41.500 orang menderita ISPA.

Hitungan Kompas, apabila satu keluarga harus mengeluarkan biaya Rp 200.000 untuk mengobati ISPA dan penyakit lainnya, niscaya jumlah uang ekstra yang harus mereka keluarkan mencapai miliaran rupiah.

Pemerintah abai

Penderitaan masyarakat Riau semakin lengkap ketika Bandara Sultan Syarif Kasim II, Pekanbaru, menjadi terminal yang paling terganggu selama sebulan terakhir. Akibatnya, jika warga ingin "lari" dari Riau, seolah tertutup jalannya. Sebab, sudah lebih 300 penerbangan yang tertunda, baik kedatangan maupun keberangkatan dari dan ke Pekanbaru.

Puluhan penerbangan lainnya harus mengalihkan pendaratan ke bandara lain karena tak mungkin mendarat dalam kondisi jarak pandang pendek yang bisa membahayakan penerbangan.

Rabu kemarin, semua penerbangan komersial akhirnya menghentikan penerbangan dari dan ke Pekanbaru sampai 15 Maret. Menurut juru bicara Komisi Operator Maskapai Pekanbaru, Ahmad Nixon, penghentian itu akan dikaji lagi setelah tanggal 15 Maret.

”Kami belum dapat memastikan akan melayani penumpang dari dan ke Pekanbaru setelah 15 Maret karena menurut laporan dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana belum ada kecenderungan cuaca akan berubah. Kami jelas mengalami kerugian, tetapi harus mengedepankan keselamatan,” kata Nixon.

Y Ardanis Sirompak, pengamat ruang publik Riau, hanya berkomentar singkat, ”Pemerintah abai dan lalai. Kami sangat sedih karena Presiden tak menganggap asap Riau sebagai bencana kemanusiaan yang sudah membuat jutaan rakyat Riau menderita.”

Warga Riau memang seolah dibiarkan menghadapi bencana itu sendirian. Harapan kepada pemerintah pusat tampaknya kecil saat ini. Menjelang Pemilu 9 April 2014, elite politik di Jakarta sedang sibuk. Presiden, menteri, dan anggota DPR beramai-ramai mengambil cuti untuk berkampanye.

Langkah untuk mengatasi kabut asap di Riau dengan penghentian pembakaran lahan memang sudah terlihat meskipun kurang optimal. Tentu patut diacungi jempol operasi memburu para pembakar lahan oleh Satuan Tugas Penanggulangan Bencana Asap Riau dari Korem 031/Wirabima, Riau. (Syahnan Rangkuti)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com