Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jatam Beberkan 10 Dugaan Kasus Korupsi Tambang di Kaltim

Kompas.com - 19/02/2014, 21:43 WIB
Kontributor Samarinda, Yovanda Noni

Penulis

SAMARINDA, KOMPAS.com — Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kalimantan Timur mendukung penuh supervisi yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap seluruh izin pertambangan di 12 provinsi termasuk Kaltim.

Jatam menilai, imbas dari korupsi pertambangan membuat negara menderita kerugian yang cukup besar. Terlebih, aksi tersebut merupakan kejahatan korporasi, sehingga harus ada penindakan yang dilakukan KPK.

Dinamisator Jatam Kaltim Merah Johansyah meminta KPK harus bertindak langsung mengungkap kasus kejahatan korupsi pertambangan dan perusakan lingkungan. Sebab, dari data laporan Jatam, semua laporan kasus korupsi dan kejahatan lingkungan oleh pertambangan hanya sampai di tingkat penegak hukum di daerah dan tidak pernah tuntas.

“Tentu saja kami mengapresiasi upaya KPK melakukan supervisi izin pertambangan di 12 provinsi, termasuk di Kaltim. Sebab, negara merugi besar dan itu merupakan kejahatan korporasi,” kata Merah, Selasa (19/2/2014).

Dugaan korupsi tambang

Dijelaskan Merah, selama ini pihaknya sudah berulang kali melaporkan kasus dugaan korupsi pertambangan dan kejahatan lingkungan, tetapi langsung terhenti di tingkat kepolisian dan kejaksaan. Oleh karena itu, dengan supervisi dari KPK, Jatam yakin akan memperkuat pengungkapan kasus-kasus yang selama ini berhenti di polisi dan jaksa.

“Contohnya, kasus PT Kideco Jaya Agung di Kabupaten Paser yang eksekusi putusannya terkesan ditutup-tutupi. Perusahaan asal Korea Selatan itu disidang hingga tingkat Mahkamah Agung dan divonis bersalah karena menambang di area cagar alam dengan hukuman penjara satu tahun. Tapi Jatam tidak pernah dengar eksekusi hukuman terhadap pimpinan PT Kideco. Bahkan eksekusi terkesan ditutup-tutupi,” bebernya.

Selanjutnya, lanjut Merah, kasus PT Kideco Jaya Agung soal dugaan gratifikasi 16 anggota DPRD Kaltim dengan uang saku 16.000 dollar AS. Anehnya, Kejaksaan Tinggi Kaltim meminta penyelesaian bukan di ranah hukum. Terlebih, saat diklarifikasi, kasusnya selesai. Sejak itu, Merah menyatakan Jatam tidak percaya lagi dengan Kejati Kaltim.

“Yang ketiga, kasus tumpang tindih izin di Kabupaten Penajam Paser Utara yang ditangani Polda Kaltim yang menjerat Bupati kala itu juga terhenti. Padahal, dari kasus ini bisa diketahui adanya izin pertambangan ganda. Tentu saja, dengan melibatkan uang yang sangat besar. Sayangnya kasus ini dipetieskan,” lanjutnya.

Kemudian pada tahun 2013 lalu, Jatam juga melaporkan dua kasus korupsi pertambangan dan kejahatan korporasi ke KPK, yaitu mantan Wali Kota Samarinda dan Kepala Dinas Pertambangan terkait dugaan penyuapan izin tambang.

Selain itu, Jatam juga melaporkan Bupati Kutai Kartanegara (Kukar) dengan dugaan korupsi perizinan dan korupsi kejahatan korporasi karena mengeluarkan izin pertambangan di areal konservasi, yakni di Taman Hutan Raya Bukit Suharto.

“Jatam melaporkan Bupati Kukar dan pejabat di bawahnya pada periode 2006-2010 karena telah mengeluarkan 42 izin tambang dan lima jalan hauling di areal konservasi. Kami juga melaporkan Menteri Kehutanan, tapi belum jelas,” ujarnya.

KPK harus segera supervisi

Untuk itu, kata Merah, supervisi yang dilakukan KPK diyakini mampu menguak banyaknya kejahatan korupsi pertambangan dan kejahatan korporasi. Jatam berharap jangan sampai supervisi KPK tersebut melemahkan penindakan.

“Supervisinya harus mengarah ke penindakan dan segera mengambil alih kasus yang terhenti di aparat penegak hukum di daerah. Terlebih untuk Gubernur Kaltim, ini juga merupakan lonceng karena telah menjadi sorotan KPK,” cetusnya.

Tidak hanya itu, Jatam juga berharap, dalam menindak kasus korupsi, KPK melihat langsung kerusakan lingkungan dan perampokan sumber daya alam akibat eksploitasi tambang. Pasalnya, selama ini, kata Merah, KPK menindak kasus korupsi dengan acuan yang terlibat adalah penyelenggara negara dan besaran uang di atas Rp 1 miliar.

“Kasus korupsi pertambangan dan kejahatan korporasi mengenai tata kelola lahan, selain melibatkan pejabat negara dan uang sangat besar, KPK juga harus melihat dampak lingkungan dan perampokan sumber daya alam. Dengan syarat tambahan tersebut, KPK bisa melihat dampak tambang hingga hari ini belum berhenti dirasakan," ungkapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com