Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tuna Netra Banyuwangi Sosialisasikan Fungsi Tongkat Putih

Kompas.com - 01/02/2014, 13:06 WIB
Kontributor Banyuwangi, Ira Rachmawati

Penulis


BANYUWANGI, KOMPAS.com - Seorang tuna netra, Imam (27), dengan menggunakan jaket jaket hitam memegang tongkat yang terbuat dari almunium sedang meneguk air dari botol kemasan Sabtu (01/02/2014). Sesekali ia menghapus keringat di dahinya.

"Capek habis jalan keliling kota sama teman-teman tuna netra", ungkap laki-laki yang baru saja menikah tersebut.

Imam adalah salah satu penyandang cacat tuna netra yang tinggal di Banyuwangi. Ia bersama 200 tuna netra lainnya mengikuti reli tongkat putih untuk menyosialisasikan kepada publik mengenai fungsi tongkat putih sebagai sarana mobilitas tuna netra.

"Kami juga ingin memasyaratkan keberadaan tuna netra di Banyuwangi serta menunjukkan kepada semua elemen masyarakat bahwa tuna netra juga bisa beraktivitas seperti orang normal lainnya," jelasnya kepada Kompas.com Sabtu (01/02/2014).

Para peserta reli tersebut adalah para tuna netra yang berusia antara 6 tahun hingga 45 tahun. Mereka berjalan kaki keliling kota Banyuwangi sejauh kurang lebih 2,5 kilometer dengan tongkat almunium.

"Tongkat ini punya peran penting bagi tuna netra, tapi tidak semua tuna netra. Harganya Rp 50.000 dan tidak semua tuna netra mampu membelinya. Selain itu kami juga harus memesan nya ke Jakarta. Tongkat ini ringan dengan ada reflektor warna merah yang bisa memantulkan cahaya," jelas Atfal Fadholi, Ketua Panitia Rally Tongkat Putih.

Atfal menjelaskan tongkat putih tersebut bisa membantu aktivitas sehari-hari penyandang tuna netra seperti saat jalan kaki ataupun saat menyebrang jalan.

"Apalagi penggunaan tongkat putih bagi penyandang Tuna Netra sudah di atur dalam Undang-undang lalu lintas," ucap Atfal yang sehari-hari mengajar di sekolah luar biasa di Kabupaten Banyuwangi.

Sejauh ini, angka penyandang tuna netra di Banyuwangi tercatat paling tinggi jika dibandingkan wilayah lain di Jawa Timur. "Tapi yang terdata hanya 200-an orang. Mereka dulu pernah menjadi penghuni Yayasan kesejahteraan dan pendidikan Tuna Indra.

Sebagian penyandang cacat itu telah mampu menghidupi diri sendiri, meskipun belum masuk taraf sejahtera.

"Saat ini yang terpenting adalah pemenuhan hak para penyandang cacat, termasuk hak untuk mendapatkan pendidikan. Untuk itu kami sering masuk dari satu rumah ke rumah lainnya untuk mencari mereka yang Tuna Netra agar bisa sekolah," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com