Kota kecil dengan berbagai sejarah yang dimilikinya, mulai dari kegemilangan para sultan yang meninggalkan jejak kebesaran hingga sejarah kehancuran yang tak terlupa karena musibah gempa dan tsunami tahun 2004 lalu.
Adalah Desa Lambung, Kecamatan Meuraxa, Kota Banda Aceh. Desa yang hanya berjarak 2 kilometer dari bibir pantai ini pernah hancur tak bersisa. Semua bangunan rata dengan tanah diluluhlantakkan oleh gelombang tsunami.
Desa berpenduduk 1.500 jiwa sebelum musibah tsunami itu kini bersisa 270 jiwa saja.
Makanan khas
Dulu desa ini sangat dikenal dengan usaha kue kering tradisional. Usaha rumahan yang menjaga tradisi daerah. Setiap rumah tangga memiliki usaha kue kering, mulai dari bhoy (bolu kering), dodol, dan meuseukat Aceh, kue ranting pohon (berbahan gula dan putih telur), hingga keukarah.
Semua ini adalah makanan khas Aceh yang selalu ada dalam setiap upacara adat dan perayaan hari besar agama Islam.
"Semua generasi pengrajin kue di sini sudah menjadi syuhada, meninggal dalam musibah tsunami yang lalu dan pastinya ini sebuah kehilangan generasi yang luar biasa bagi kami," jelas Yubahar Zaini (70), Tuha Peut Desa Lambung, Kamis (25/12/2013).
Pascatsunami, sebut Yubahar, sulit membangkitkan kembali kemegahan Desa Lambung sebagai desa penghasil kue kering tradisional dan sebagai Desa Penjaga Tradisi.
"Sulitnya karena sudah tidak ada generasi lanjutan yang berinisiatif untuk membangkitkan kembali kemegahan masa lalu. Yang tersisa saat ini adalah orang-orang muda yang kalau diibaratkan masih muncul sebagai kuncup belum mekar dan dewasa," ujarnya.
Hingga akhirnya, sebut Yubahar, ia meminta kepada anaknya, Rira (37), untuk bangkit dan membangkitkan kembali tradisi yang sempat hilang dan terkubur waktu.
"Saya minta anak saya untuk menjadi pelopor untuk membangkitkan kembali tradisi di desa ini, yaitu memproduksi kembali kue-kue tradisional Aceh," ujar Yubahar.
Bangkit dari trauma dengan kondisi ekonomi yang serba kekurangan, Rira pun memenuhi permintaan sang ayah.
"Kami masih trauma, setelah tiga tahun pascatsunami, kami baru kembali ke Desa Lambung lagi, dan memulai kehidupan baru," kenang Rira.