Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hilang "Keperawanan", Perempuan Ini Menangis ke Dokter

Kompas.com - 04/12/2013, 14:36 WIB

TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA — Tidak semua pasien bisa diterima dalam operasi vagina repair, yang kini marak dilakukan kaum perempuan di Kota Surabaya, Jawa Timur. Ini yang kerap membuat pasien dan keluarganya menangis.

Salah satunya ialah seorang perempuan yang usianya belum genap 25 tahun. Dia datang seorang diri ke sebuah rumah sakit. Tak ada yang menduga bahwa dia sedang gundah. Di tempat itu, perempuan muda ini berharap bisa membeli keperawanannya kembali.

Di depan dokter Djoned Sananto yang menerimanya, perempuan ini menangis. Dia berharap dokter bedah plastik terkemuka ini membantu mengatasi masalah yang membelitnya.

Dia lalu menumpahkan masalahnya. Dia percaya, dr Sananto bisa menutup rapat rahasia yang selama ini menggelisahkannya akibat keperawanan yang hilang direnggut sang pacar.

Bagi perempuan ini, hal itu merupakan masalah besar, apalagi pacarnya pergi mencampakkannya. Ia khawatir hilangnya keperawanan akan menjadi perusak rumah tangga bila suatu saat ia menikah.

Banyak cerita seputar perceraian setelah malam pertama terus menghantuinya.  "Dia sangat putus asa. Kalau sudah begini, apa iya saya tega untuk tidak menolong," kata dr Sananto.

Bersimpuh
Pernah juga seorang ibu bersimpuh di depan Sananto. Dia datang membawa putrinya. Sambil menangis, dia memohon agar Sananto bersedia mengembalikan selaput dara putrinya.

Perempuan itu takut anaknya akan bunuh diri atau gila. Diceritakan, sang putri telah kehilangan keperawanan. Perenggutnya adalah calon suami sendiri, calon suami yang sebenarnya tinggal menunggu hari untuk dinikahkan.

Sayang, belakangan diketahui calon mempelai putra itu sudah beristri. Pernikahan dibatalkan. Ibu itu khawatir, apalagi setelah melihat anaknya shock berat karena sudah kehilangan keperawanan.

"Yang datang ke sini bukan saja ibunya. Bapaknya, sampai neneknya kemudian datang. Semuanya nangis takut masa depan anaknya," sebut dia.

Dokter yang pernah mengabdi selama lima tahun di desa terpencil di Nusa Tenggara Barat ini mengakui sering kali menemui dilema setiap kali menerima pasien reparasi selaput dara.

Ia tidak mau begitu saja menerima. Ia khawatir karena menerima operasi selaput dara, itu akan memicu kecenderungan remaja pada seks bebas. "Tapi, di sisi lain, sebagai dokter, kami punya rasa kemanusiaan. Dari semua motivasi kami bekerja, yang paling utama adalah untuk menolong orang," ujar Sananto.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com