Salah satu di antara peserta berusia cukup lanjut adalah Gusaeri (55), warga Pager, Kaliwungu, Kendal, Jawa Tengah. Bersama ribuan orang, dia mengelilingi keraton, menempuh jarah sekitar 6 kilometer.
"Saya berangkat tadi pagi dari Semarang. Jauh, tapi sudah niat saya untuk ikut mubeng beteng," ujar Gusaeri saat ditemui di Bangsal Pancaniti, Keben Keraton Yogyakarta, Selasa malam. Dia berangkat bersama tiga teman menumpang bus umum. Gusaeri mengaku tiap tahun mengikuti ritual ini.
"Setiap tahun saya pasti ikut. Ini tradisi yang harus dilestarikan. Selain itu, ada banyak makna dari prosesi mubeng beteng yang dapat membuat manusia menjadi bijaksana dan dekat dengan Sang Pencipta," tutur dia.
Pernyataan serupa disampaikan Samini (54), warga Ngablak, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Dia mengikuti tradisi ini bersama seluruh anggota keluarganya. Lewat tradisi ini, dia meminta keselamatan dan berkah Sang Pencipta lewat laku prihatin yang disimbolkan.
Meski tak muda lagi, Samini yang tinggal di kawasan Gunung Merbabu ini yakin mampu berjalan sampai akhir. "Saya ke sini bersama anak dan cucu. Saya yakin kuat berjalan. Namanya prihatin mana ada yang enak. Tetap harus ada perjuangannya dan tidak boleh mengeluh," ucap dia sebelum ritual dimulai.
Samini mengatakan, dalam kepercayaan tradisional orang Jawa, apa pun yang diinginkan dalam hidup harus didapatkan melalui kerja keras dan laku prihatin. Dia pun mengatakan, tradisi ini merupakan salah satu simbol dari laku prihatin tersebut.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.