Mogok selama tiga hari itu sebagai bentuk protes agar pemerintah segera mengambil tindakan terkait dengan melonjaknya harga kedelai sejak sebulan terakhir. ”Sebagian sepakat menyatakan akan berhenti produksi sementara waktu,” kata Muryanto, Ketua Primer Koperasi Tahu Tempe Indonesia (Primkopti) DI Yogyakarta, Selasa (3/9/2013).
Ia menyatakan, ada beberapa anggotanya yang menolak berhenti berproduksi dengan alasan usaha tempe dan tahu adalah satu-satunya sumber penghasilan.
Ia mengungkapkan, setiap bulan perajin rata-rata membutuhkan 2.600 ton kedelai. Selama ini kebutuhan itu 95 persen dipenuhi pasokan kedelai impor dari Amerika dan Brasil. Stok lokal selama ini tidak dapat memenuhi kebutuhan.
Namun, fluktuasi harga kedelai sejak bulan lalu membuat para perajin kelabakan. Apalagi para produsen tempe dan tahu produsen bergantung pada kedelai impor. ”Ada bahan baku lokal, salah satunya dari Kulon Progo. Tapi, jumlahnya sedikit sekali, seminggu saja sudah habis dipakai untuk produksi,” ujar Muryanto.
Selama ini para perajin tahu dan tempe telah terbebani dengan dihentikannya subsidi kedelai sejak 1998. Pada tahun 2000, subsidi pernah dikucurkan kembali sebesar Rp 1.000 per kilogram. Namun, mekanisme penyalurannya tidak melalui Primkopti, tetapi dari pemerintah ke pedagang kedelai. Setelah tahun 2000, subsidi disetop. Alhasil, banyak perajin yang gulung tikar.
”Dari data Primkopti, sebelum awal tahun 2000 di DI Yogyakarta ada 800-an perajin tempe-tahu. Setelah subsidi dihentikan, tinggal 400-500 perajin yang bertahan,” tuturnya.
Menyiasati lonjakan harga, perajin cenderung memilih mengecilkan ukuran tahu dan tempe. Sebab, jika harga dinaikkan, para perajin tempe dan tahu khawatir produknya tidak laku.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.