Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pukulan Tenang Menghanyutkan Harga Kedelai

Kompas.com - 03/09/2013, 18:25 WIB

BANDUNG, KOMPAS.com - Seminggu terakhir, nasib Aep (60) dan ribuan perajin tahu bergantung pada jarum jam dinding bulat di ruangan tempat pembuatan tahu kuning berukuran 10 meter x 10 meter. Seperti ribuan perajin lain, jarum jam itu menentukan apakah pembuatan tahu masih akan bergeliat atau tidak di Cibuntu, Kelurahan Babakan Ciparay, Kecamatan Bandung Kulon, Kota Bandung, Jawa Barat.

”Kenaikan harga kedelai tahun ini paling parah sejak 15 tahun terakhir. Kenaikan harga hanya dalam hitungan jam,” kata Aep saat ditemui di tempat pembuatan tahu ST miliknya di Cibuntu, Selasa (27/8), siang.

Cibuntu adalah sentra pembuatan tahu terbesar di Kota Bandung. Sekitar 2.000 orang bergantung pada sektor usaha yang sudah ada sejak sekitar 50 tahun lalu itu. Lebih dari 400.000-500.000 butir tahu berbagai ukuran diproduksi di Cibuntu setiap hari. Pembuatan tahu di Cibuntu lebih banyak berjalan sendiri tanpa bantuan pemerintah.

Aep tidak habis pikir. Sekitar pukul 10.00, ia baru saja membeli lima kuintal kacang kedelai impor dari Amerika Serikat Rp 9.100 per kilogram (kg). Dua jam kemudian saat hendak membeli persediaan untuk bahan produksi esok hari, harga kedelai dari penjual yang sama melonjak menjadi Rp 9.300 per kg. Khawatir harga semakin mahal, Aep tetap membelinya walau dengan berat hati.

”Harga kedelai sulit diprediksi. Beda satu hari bisa selisih Rp 300-Rp 400 per kg,” katanya.

Kenaikan ini jelas memukul bisnis pembuatan tahu yang sudah dijalaninya sejak 30 tahun lalu. Bila sebelumnya bisa meraup untung Rp 300.000-Rp 400.000 per hari, uang Rp 100.000-Rp 150.000 per hari kini harus didapat dengan susah payah. Dalam sehari diproduksi sekitar 20.000 butir. Tahu dijual Rp 300-Rp 400 per butir ke distributor di Kota Bandung.

”Sekarang cuma bisa sabar semoga kenaikan harga kedelai tidak lebih dari Rp 10.000 per kg. Dengan harga sebesar itu, bisa tamat usaha saya,” katanya.
Butuh pembenahan

Nizar (57), perajin tahu di Cibuntu, mengatakan, jika harga kedelai terlalu tinggi, perajin khawatir tidak menemukan harga yang sesuai menjual tahu untuk meraih keuntungan layak. Dipukul kenaikan bahan baku lain, seperti garam, bahan bakar gas, ongkos transportasi, dan kunyit, pembuatan tahu dikhawatirkan sulit bertahan hingga terpaksa gulung tikar.

”Sekarang, harga kunyit naik dari Rp 2.500 per kg menjadi Rp 6.000 per kg. Padahal, dalam satu hari saya butuh 30 kg untuk membuat 20 papan atau setara dengan 40.000 butir tahu ukuran 10 cm x 10 cm,” ujar Nizar.

Pemilik perusahaan tahu Keju Hade, Dadang Hardiansyah (40), mengatakan, jika pemerintah cepat tanggap, kondisi ini tidak perlu terjadi. Kenaikan harga kedelai ini sebenarnya sudah merangkak seusai Lebaran 2012. Saat itu, harga tertinggi Rp 7.600 per kg.

Kenaikan harga kedelai terbilang pelan tetapi menghanyutkan, berkisar Rp 100-Rp 200 per kg per bulan. Akibatnya fatal. Di pengujung Lebaran 2013, harga kedelai menyentuh Rp 8.300 per kg dan semakin menggila seiring pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat.

Pengamat ekonomi dari Universitas Padjadjaran Bandung, Acuviarta, mengharapkan pemerintah tidak terus berlindung di balik penurunan nilai tukar rupiah. Ada masalah penting seperti pembenahan tata niaga perdagangan dan peningkatan produksi kedelai nasional yang tidak kunjung dibenahi.

Tanpa ada kontrol dari pemerintah, tata niaga kedelai besar kemungkinan hanya akan menciptakan kartel pengontrol harga. Target peningkatan kedelai juga tidak kunjung tercapai. Rencana pembukaan lahan baru dengan produksi melimpah gagal direalisasikan pemerintah. Tahun ini, target produksi kedelai hanya 780.000 ton per tahun dari kebutuhan sekitar 2,3 juta ton.

Indonesia pernah mandiri kedelai pada awal 1990-an. Sangat disayangkan jika saat ini tertatih-tatih menuju kejayaan seperti masa lalu. (Cornelius Helmy Herlambang)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com